http://cetak.kompas.com/read/2012/01/11/02575030/setuju.pansus.konflik.agraria
Rabu, 11 Januari 2012
Kembalikan Hak Tanah Warga

NOVAN
BEBERAPA KASUS SENGKETA AGRARIA
Jakarta, Kompas – Gagasan pembentukan Panitia Khusus Penyelesaian Konflik Agraria didukung sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat. Panitia Khusus DPR itu diharapkan dapat menyelesaikan sengketa agraria dan mengembalikan hak tanah kepada masyarakat.
Harapan itu disampaikan anggota Komisi II dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR, Agoes Poernomo, Selasa (10/1), di Jakarta. ”Kami setuju dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus),” katanya. Selama ini, rakyat selalu menjadi pihak yang kalah dalam sengketa lahan, baik dengan pemerintah, korporasi, maupun pemodal swasta. Pemerintah juga cenderung berpihak kepada pemodal dan mengabaikan kepentingan rakyat.
Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Viva Yoga Mauladi menambahkan, Pansus Penyelesaian Konflik Agraria perlu dibentuk karena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) kini belum juga diperbaiki. Sengketa lahan yang terjadi selama ini ditengarai karena UUPA yang kurang memihak kepada rakyat.
Selain menyelidiki sengketa lahan, Pansus juga diharapkan bisa mendorong perubahan UUPA. Perubahan terutama dilakukan agar Indonesia memiliki peraturan komprehensif yang menyangkut agraria.
Hal lain yang bisa dilakukan Pansus, ujar Viva, adalah mengevaluasi seluruh UU yang terkait dengan tata kelola tanah, termasuk hutan dan pertanian.
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR Arwani Thomafi mendukung pembentukan Pansus Penyelesaian Konflik Agraria pula. Ia menambahkan, usulan revisi UUPA sudah masuk Program Legislasi Nasional. UU perubahan diharapkan bisa menjawab permasalahan sengketa lahan yang kini semakin kompleks.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Priyo Budi Santoso juga menjelaskan, sengketa lahan terus terjadi karena UUPA tak kunjung direvisi. Akibatnya, tak ada aturan baku tentang penyelesaian konflik agraria. ”Kami meminta beberapa teman untuk melakukan langkah yang baik, terutama Komisi II yang mengetahui betapa lamban Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam menangani masalah lahan,” ujarnya.
Sementara anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika, meminta DPR tidak terburu-buru membentuk Pansus Penyelesaian Konflik Agraria. Lebih baik bila DPR menunggu hasil kerja pemerintah yang membentuk tim penyelesaian konflik agraria. ”Lihat dulu hasil tim. Jika tidak memuaskan, baru membuat pansus,” katanya.
Di Surabaya, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Hotman M Siahaan, Selasa, menilai, jika DPR berhasil membentuk Pansus Penyelesaian Konflik Agraria, yang bermuara pada revisi UUPA, akan menjadi karya DPR yang luar biasa. ”Tetapi, saya perkirakan Pansus akan sulit direalisasi karena akan menimpa kalangan DPR dan pimpinan partai politik,” katanya.
Menurut Hotman, konflik agraria yang terjadi pada masa pascareformasi adalah masalah lama yang terpendam. (nta/ano)
Berkomentar
http://cetak.kompas.com/read/2012/01/11/02575030/setuju.pansus.konflik.agraria
Rabu, 11 Januari 2012
Kembalikan Hak Tanah Warga

NOVAN
BEBERAPA KASUS SENGKETA AGRARIA
Jakarta, Kompas – Gagasan pembentukan Panitia Khusus Penyelesaian Konflik Agraria didukung sejumlah fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat. Panitia Khusus DPR itu diharapkan dapat menyelesaikan sengketa agraria dan mengembalikan hak tanah kepada masyarakat.
Harapan itu disampaikan anggota Komisi II dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR, Agoes Poernomo, Selasa (10/1), di Jakarta. ”Kami setuju dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus),” katanya. Selama ini, rakyat selalu menjadi pihak yang kalah dalam sengketa lahan, baik dengan pemerintah, korporasi, maupun pemodal swasta. Pemerintah juga cenderung berpihak kepada pemodal dan mengabaikan kepentingan rakyat.
Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Viva Yoga Mauladi menambahkan, Pansus Penyelesaian Konflik Agraria perlu dibentuk karena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) kini belum juga diperbaiki. Sengketa lahan yang terjadi selama ini ditengarai karena UUPA yang kurang memihak kepada rakyat.
Selain menyelidiki sengketa lahan, Pansus juga diharapkan bisa mendorong perubahan UUPA. Perubahan terutama dilakukan agar Indonesia memiliki peraturan komprehensif yang menyangkut agraria.
Hal lain yang bisa dilakukan Pansus, ujar Viva, adalah mengevaluasi seluruh UU yang terkait dengan tata kelola tanah, termasuk hutan dan pertanian.
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR Arwani Thomafi mendukung pembentukan Pansus Penyelesaian Konflik Agraria pula. Ia menambahkan, usulan revisi UUPA sudah masuk Program Legislasi Nasional. UU perubahan diharapkan bisa menjawab permasalahan sengketa lahan yang kini semakin kompleks.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Priyo Budi Santoso juga menjelaskan, sengketa lahan terus terjadi karena UUPA tak kunjung direvisi. Akibatnya, tak ada aturan baku tentang penyelesaian konflik agraria. ”Kami meminta beberapa teman untuk melakukan langkah yang baik, terutama Komisi II yang mengetahui betapa lamban Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam menangani masalah lahan,” ujarnya.
Sementara anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika, meminta DPR tidak terburu-buru membentuk Pansus Penyelesaian Konflik Agraria. Lebih baik bila DPR menunggu hasil kerja pemerintah yang membentuk tim penyelesaian konflik agraria. ”Lihat dulu hasil tim. Jika tidak memuaskan, baru membuat pansus,” katanya.
Di Surabaya, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Hotman M Siahaan, Selasa, menilai, jika DPR berhasil membentuk Pansus Penyelesaian Konflik Agraria, yang bermuara pada revisi UUPA, akan menjadi karya DPR yang luar biasa. ”Tetapi, saya perkirakan Pansus akan sulit direalisasi karena akan menimpa kalangan DPR dan pimpinan partai politik,” katanya.
Menurut Hotman, konflik agraria yang terjadi pada masa pascareformasi adalah masalah lama yang terpendam. (nta/ano)