KONFLIK LAHAN
Keerom, Kompas – Perwakilan warga dari sejumlah wilayah di Kabupaten Keerom, Papua, sepakat untuk tidak lagi menyerahkan tanah adat atau ulayat kepada pihak lain. Kesepakatan itu berangkat dari kesadaran pentingnya menjaga aset ekonomi warga dan melindungi masa depan anak cucu mereka.
Kesepakatan itu menjadi bagian dari pembicaraan bersama perwakilan warga dalam lokakarya dua hari yang digelar sejak Jumat (23/3) lalu di Keerom. Hadir dalam pertemuan itu, antara lain, perwakilan dari Towe Hitam, Work, Ubrub, dan Waris.
”Dulu, kami masih punya dusun sagu dan tempat keramat. Tetapi setelah kebun kelapa sawit datang, sebagian dusun sagu itu hilang dan warga beralih makan beras,” kata Bernard, perwakilan warga, Sabtu (24/3).
Saat ini, ketika harga berbagai kebutuhan meningkat, warga menjadi kian kesulitan. ”Apa saja menjadi makin mahal. Kami ini yang paling menderita,” kata Bernard.
Ditemui terpisah, Minggu (25/3), di Kampung Suskun, Keerom, kepala suku Wiya Dominikus Mesas menyatakan mendukung hal itu. Saat ini, warga di Suskun juga tengah berjuang untuk mempertahankan tanah mereka yang sebagian besar telah diambil oleh sebuah perusahaan kelapa sawit.
”Cukup sudah bagi kami. Dulu kami telah lepaskan tanah untuk kebun PTPN dan sekarang sebagian tanah sudah diambil lagi oleh perusahaan. Apa yang kami berikan tidak sebanding dengan apa yang kami peroleh,” kata Dominikus Mesas.
Di Keerom, saat ini beroperasi setidaknya dua perkebunan kelapa sawit, yaitu PTPN II dan PT Tandan Sawit. Menurut Dekan Keerom John Jonga, diperkirakan lebih dari 36.000 hektar tanah warga digunakan untuk perkebunan sawit tersebut.
Di Suskun, sebagian warga bekerja menjadi buruh di kebun kelapa sawit itu. Mereka mendapat upah Rp 60.000 per hari.
”Namun, uang itu habis untuk kebutuhan sehari-hari. Hasil kebun tidak ada lagi karena tanah sudah diambil perusahaan. Tinggal tanah sepenggal ini saja yang tersisa untuk kampung. Perusahaan memang ada janji-janji untuk membuatkan rumah, beasiswa untuk anak-anak, dan kendaraan, tetapi hingga saat ini janji-janji itu tidak ada wujudnya,” kata Dominikus Mesas menambahkan.
Oleh karena itu, warga sepakat untuk tidak lagi menyerahkan tanah mereka. (JOS)
sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/03/26/03052830/warga.tak.lagi.serahkan.tanah.ulayat
Berkomentar
KONFLIK LAHAN
Keerom, Kompas – Perwakilan warga dari sejumlah wilayah di Kabupaten Keerom, Papua, sepakat untuk tidak lagi menyerahkan tanah adat atau ulayat kepada pihak lain. Kesepakatan itu berangkat dari kesadaran pentingnya menjaga aset ekonomi warga dan melindungi masa depan anak cucu mereka.
Kesepakatan itu menjadi bagian dari pembicaraan bersama perwakilan warga dalam lokakarya dua hari yang digelar sejak Jumat (23/3) lalu di Keerom. Hadir dalam pertemuan itu, antara lain, perwakilan dari Towe Hitam, Work, Ubrub, dan Waris.
”Dulu, kami masih punya dusun sagu dan tempat keramat. Tetapi setelah kebun kelapa sawit datang, sebagian dusun sagu itu hilang dan warga beralih makan beras,” kata Bernard, perwakilan warga, Sabtu (24/3).
Saat ini, ketika harga berbagai kebutuhan meningkat, warga menjadi kian kesulitan. ”Apa saja menjadi makin mahal. Kami ini yang paling menderita,” kata Bernard.
Ditemui terpisah, Minggu (25/3), di Kampung Suskun, Keerom, kepala suku Wiya Dominikus Mesas menyatakan mendukung hal itu. Saat ini, warga di Suskun juga tengah berjuang untuk mempertahankan tanah mereka yang sebagian besar telah diambil oleh sebuah perusahaan kelapa sawit.
”Cukup sudah bagi kami. Dulu kami telah lepaskan tanah untuk kebun PTPN dan sekarang sebagian tanah sudah diambil lagi oleh perusahaan. Apa yang kami berikan tidak sebanding dengan apa yang kami peroleh,” kata Dominikus Mesas.
Di Keerom, saat ini beroperasi setidaknya dua perkebunan kelapa sawit, yaitu PTPN II dan PT Tandan Sawit. Menurut Dekan Keerom John Jonga, diperkirakan lebih dari 36.000 hektar tanah warga digunakan untuk perkebunan sawit tersebut.
Di Suskun, sebagian warga bekerja menjadi buruh di kebun kelapa sawit itu. Mereka mendapat upah Rp 60.000 per hari.
”Namun, uang itu habis untuk kebutuhan sehari-hari. Hasil kebun tidak ada lagi karena tanah sudah diambil perusahaan. Tinggal tanah sepenggal ini saja yang tersisa untuk kampung. Perusahaan memang ada janji-janji untuk membuatkan rumah, beasiswa untuk anak-anak, dan kendaraan, tetapi hingga saat ini janji-janji itu tidak ada wujudnya,” kata Dominikus Mesas menambahkan.
Oleh karena itu, warga sepakat untuk tidak lagi menyerahkan tanah mereka. (JOS)
sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/03/26/03052830/warga.tak.lagi.serahkan.tanah.ulayat