PERKEBUNAN SAWIT
Jakarta, Kompas – Konflik setelah pemberian konsesi lahan untuk perusahaan perkebunan sawit oleh pemerintah terhadap masyarakat adat tidak ditangani dengan serius. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia memberikan advokasi terhadap masyarakat adat Suku Anak Dalam yang menghadapi konflik selama 27 tahun atau sejak tahun 1985 terhadap perusahaan perkebunan sawit di Jambi.
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aris Munandar, Minggu (29/4), ketika dihubungi di Jambi mengatakan, lahan seluas 3.614 hektar dipersengketakan Suku Anak Dalam Bajubang Kelompok 113, Kabupaten Batanghari, Jambi, dengan perusahaan perkebunan sawit di daerah itu. Akibat reklaiming pemanenan sawit, terjadi kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan petani yang mempertahankan ruang hidup dan sumber kehidupannya dari sawit.
”Aktivis Serikat Tani Nasional (STN), Mawardi, mendampingi petani Suku Anak Dalam ditangkap Kepolisian Daerah (Polda) Jambi pekan lalu. Tuntutan penangguhan dikabulkan pada Minggu ini setelah kami berunjuk rasa ke Polda Jambi,” kata Aris.
Direktur Eksekutif Walhi Abetnego Tarigan di Jakarta mempertanyakan adanya upaya kriminalisasi terhadap upaya- upaya masyarakat adat dalam menuntut hak ulayat yang telah dirampas. Tindakan represif itu tidak konsisten terhadap putusan Mahkamah Agung.
Kriminalisasi
Menurut Abetnego, penangkapan aktivis STN, Mawardi, meskipun kemudian ditangguhkan, merupakan upaya kriminalisasi.
Kriminalisasi itu mengabaikan hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat sebagai pemilik ulayat atas tanah yang banyak digunakan sebagai tempat usaha perkebunan.
Konflik yang timbul merupakan sengketa keperdataan yang seharusnya diselesaikan secara keperdataan dengan mengutamakan musyawarah, bukan secara pidana. (NAW)
Aktivis Serikat Tani Nasional (STN), Mawardi, mendampingi petani Suku Anak Dalam ditangkap Kepolisian Daerah Jambi pekan lalu. Aris Munandar
sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/04/30/04511131/konflik.masyarakat.adat.tidak.ditangani.serius
Berkomentar
PERKEBUNAN SAWIT
Jakarta, Kompas – Konflik setelah pemberian konsesi lahan untuk perusahaan perkebunan sawit oleh pemerintah terhadap masyarakat adat tidak ditangani dengan serius. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia memberikan advokasi terhadap masyarakat adat Suku Anak Dalam yang menghadapi konflik selama 27 tahun atau sejak tahun 1985 terhadap perusahaan perkebunan sawit di Jambi.
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aris Munandar, Minggu (29/4), ketika dihubungi di Jambi mengatakan, lahan seluas 3.614 hektar dipersengketakan Suku Anak Dalam Bajubang Kelompok 113, Kabupaten Batanghari, Jambi, dengan perusahaan perkebunan sawit di daerah itu. Akibat reklaiming pemanenan sawit, terjadi kriminalisasi terhadap masyarakat adat dan petani yang mempertahankan ruang hidup dan sumber kehidupannya dari sawit.
”Aktivis Serikat Tani Nasional (STN), Mawardi, mendampingi petani Suku Anak Dalam ditangkap Kepolisian Daerah (Polda) Jambi pekan lalu. Tuntutan penangguhan dikabulkan pada Minggu ini setelah kami berunjuk rasa ke Polda Jambi,” kata Aris.
Direktur Eksekutif Walhi Abetnego Tarigan di Jakarta mempertanyakan adanya upaya kriminalisasi terhadap upaya- upaya masyarakat adat dalam menuntut hak ulayat yang telah dirampas. Tindakan represif itu tidak konsisten terhadap putusan Mahkamah Agung.
Kriminalisasi
Menurut Abetnego, penangkapan aktivis STN, Mawardi, meskipun kemudian ditangguhkan, merupakan upaya kriminalisasi.
Kriminalisasi itu mengabaikan hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat sebagai pemilik ulayat atas tanah yang banyak digunakan sebagai tempat usaha perkebunan.
Konflik yang timbul merupakan sengketa keperdataan yang seharusnya diselesaikan secara keperdataan dengan mengutamakan musyawarah, bukan secara pidana. (NAW)
Aktivis Serikat Tani Nasional (STN), Mawardi, mendampingi petani Suku Anak Dalam ditangkap Kepolisian Daerah Jambi pekan lalu. Aris Munandar
sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/04/30/04511131/konflik.masyarakat.adat.tidak.ditangani.serius