Sumber Daya Alam
Jakarta, Kompas – Terdapat kesenjangan dalam penguasaan sumber daya alam. Di satu sisi, generasi muda diminta menjaga keberlanjutan lingkungan, di sisi lain generasi sebelumnya mengeruk sumber daya alam tiada henti.
”Generasi muda diminta berpikir keberlanjutan, sedangkan generasi sebelumnya justru menghabiskan SDA dan mengekspornya sebagai bahan mentah. Bahkan, digunakan sebagai alat perebutan kekuasaan di tingkat nasional dan daerah,” kata Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi, Senin (14/5), di Jakarta.
Ia menanggapi paparan mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Saat itu, Emil mengatakan, paradigma pembangunan yang menitikberatkan aspek ekonomi semata tak boleh berlanjut. ”Harus ada dua aspek lain, yaitu sosial dan lingkungan, yang harus diperhatikan dalam pembangunan,” katanya.
Emil mendorong generasi muda untuk menggunakan SDA terbarukan, flora dan fauna, serta memberi nilai tambah.
Menurut Elfian, sebagai sebuah komitmen, seruan itu harus didukung. ”Kenyataannya, penguasaan SDA di tangan sekelompok orang yang menguasai puluhan juta hektar lahan,” katanya. Ia merujuk pada penguasaan lahan untuk pertambangan dan perkebunan kelapa sawit.
Contoh buruk
Elfian menilai, saat ini ada keterputusan kebijakan. Di berbagai daerah, banyak izin pengusahaan hutan terbit jelang pemilihan kepala daerah.
”Praktik-praktik itu yang dipertontonkan kepada generasi muda. Bagaimana bisa menuntut mereka berpikir soal nilai tambah dan masalah keberlanjutan? Jika dibiarkan berlarut, semua ratifikasi dokumen tingkat global itu tidak berbunyi,” katanya.
Di Indonesia, lanjutnya, pengelolaan SDA minus keteladanan. Untuk memperkecil kesenjangan, perlu penegakan hukum kepada pelanggar pengelolaan SDA.
Pada sisi kebijakan, pemerintah menetapkan rencana induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia yang membagi wilayah Indonesia sebagai koridor ekonomi. Hal itu dinilai ancaman bagi lingkungan.
Emil, yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Presiden merangkap anggota Bidang Lingkungan dan Ekonomi, menegaskan, tahun 2045 Bumi takkan mampu mendukung kehidupan 9 miliar penduduk dunia. Hal itu disebabkan eksploitasi tiada henti. (ISW)
sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/05/15/04062219/ada.kesenjangan.penguasaan.sda
Berkomentar
Sumber Daya Alam
Jakarta, Kompas – Terdapat kesenjangan dalam penguasaan sumber daya alam. Di satu sisi, generasi muda diminta menjaga keberlanjutan lingkungan, di sisi lain generasi sebelumnya mengeruk sumber daya alam tiada henti.
”Generasi muda diminta berpikir keberlanjutan, sedangkan generasi sebelumnya justru menghabiskan SDA dan mengekspornya sebagai bahan mentah. Bahkan, digunakan sebagai alat perebutan kekuasaan di tingkat nasional dan daerah,” kata Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi, Senin (14/5), di Jakarta.
Ia menanggapi paparan mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Saat itu, Emil mengatakan, paradigma pembangunan yang menitikberatkan aspek ekonomi semata tak boleh berlanjut. ”Harus ada dua aspek lain, yaitu sosial dan lingkungan, yang harus diperhatikan dalam pembangunan,” katanya.
Emil mendorong generasi muda untuk menggunakan SDA terbarukan, flora dan fauna, serta memberi nilai tambah.
Menurut Elfian, sebagai sebuah komitmen, seruan itu harus didukung. ”Kenyataannya, penguasaan SDA di tangan sekelompok orang yang menguasai puluhan juta hektar lahan,” katanya. Ia merujuk pada penguasaan lahan untuk pertambangan dan perkebunan kelapa sawit.
Contoh buruk
Elfian menilai, saat ini ada keterputusan kebijakan. Di berbagai daerah, banyak izin pengusahaan hutan terbit jelang pemilihan kepala daerah.
”Praktik-praktik itu yang dipertontonkan kepada generasi muda. Bagaimana bisa menuntut mereka berpikir soal nilai tambah dan masalah keberlanjutan? Jika dibiarkan berlarut, semua ratifikasi dokumen tingkat global itu tidak berbunyi,” katanya.
Di Indonesia, lanjutnya, pengelolaan SDA minus keteladanan. Untuk memperkecil kesenjangan, perlu penegakan hukum kepada pelanggar pengelolaan SDA.
Pada sisi kebijakan, pemerintah menetapkan rencana induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia yang membagi wilayah Indonesia sebagai koridor ekonomi. Hal itu dinilai ancaman bagi lingkungan.
Emil, yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Presiden merangkap anggota Bidang Lingkungan dan Ekonomi, menegaskan, tahun 2045 Bumi takkan mampu mendukung kehidupan 9 miliar penduduk dunia. Hal itu disebabkan eksploitasi tiada henti. (ISW)
sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/05/15/04062219/ada.kesenjangan.penguasaan.sda