Kapal tongkang Budi Berkat 02 itu dipaksa ratusan warga merapat di dermaga Desa Pulau Kaladan, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas-Kalteng. Diketahui, kapal dengan panjang tak kurang dari 12 meter itu selama sepekan telah melakukan penambangan pasir di wilayah Kaladan. Warga resah, aktivitas penyedotan pasir di perairan DAS Kapuas itu akan menyebabkan anjloknya tanah pemukiman.
Warga setempat, Domo (45) bersama empat warga lainnya cukup lama mengintai keberadaan kapal penghisap pasir tersebut. Setelah berkordinasi dengan Mantir Adat Pulau Kaladan, pada tanggal 16 April 2014, ia memberi tahu seluruh warga kampung untuk sama-sama memaksa dan menahan kapal itu merapat di dermaga desa.
“ Pemilik kapal berdalih, bahwa aktivitas penambangan yang mereka lakukan sudah mendapat izin dari pemerintah desa. Namun selama ini warga tidak pernah diberi tahu bahwa sungai mereka di tambang, warga berpendapat, izin dari siapapun jika tidak mendapat persetujuan warga, aktivitas itu tetap saja ilegal”. Papar tokoh adat Pulau Kaladan, Tanduk O Kasan kepada PUSAKA.
Dalam sehari, kapal tongkang Budi Berkat 02 itu mampu mengeruk pasir dari perut DAS Kapuas sebanyak 400 kubik. Harga pasir cukup menggiurkan, yakni Rp.90.000 / kubik. Namun harga tersebut tak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. Dari jumlah kerugian itulah, warga menentukan nilai denda jipen kepada pemilik kapal.
Menyikapi hal itu, warga menggelar sidang adat terbuka di balai kampung. Ukun, selaku ketua mantir, di dampingi wakil dan sekretaris setempat meyebut beberapa pasal hukum adat yang telah dilanggar pemilik kapal. Warga boleh mengusulkan bentuk sanksi dan nilai denda jika ada pasal-pasal yang disinyalir meringankan pelanggar.
“ Warga Pulau Kaladan masih bijaksana, hanya meminta jipen sepuluh juta rupiah, dengan catatan kalian tidak boleh lagi menambang di wilayah ini, jika kalian kembali, kalian akan di hukum lebih berat lagi”. Pungkas Mantir Ukun dengan bahasa dayak Ngaju, mengakhiri sidang.
Terkait penggunaan uang jipen, warga kembali melakukan musyawarah terbuka untuk mendapatkan kesepakatan. Diputuskan, uang tersebut digunakan untuk pengadaan kursi balai kampung, pemasangan listrik dan penambalan jalan kampung.
“ Uang jipen tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, karena uang denda itu hak warga, biarlah mereka yang menentukan pemanfaatannya”.
Hingga kini, wilayah perairan sungai Desa Kaladan bebas dari aktivitas penambangan. Kapal-Kapal pengeruk perut bumi gentar bersandar di Pulau Kaladan. Kapal Budi Berkat 02, hanya salah satu pelanggar yang diberi sanksi, sebelumnya, puluhan kapal tongkang bernasib sama. (A.P)
Berkomentar
One Comment
Leave A Comment
Kapal tongkang Budi Berkat 02 itu dipaksa ratusan warga merapat di dermaga Desa Pulau Kaladan, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas-Kalteng. Diketahui, kapal dengan panjang tak kurang dari 12 meter itu selama sepekan telah melakukan penambangan pasir di wilayah Kaladan. Warga resah, aktivitas penyedotan pasir di perairan DAS Kapuas itu akan menyebabkan anjloknya tanah pemukiman.
Warga setempat, Domo (45) bersama empat warga lainnya cukup lama mengintai keberadaan kapal penghisap pasir tersebut. Setelah berkordinasi dengan Mantir Adat Pulau Kaladan, pada tanggal 16 April 2014, ia memberi tahu seluruh warga kampung untuk sama-sama memaksa dan menahan kapal itu merapat di dermaga desa.
“ Pemilik kapal berdalih, bahwa aktivitas penambangan yang mereka lakukan sudah mendapat izin dari pemerintah desa. Namun selama ini warga tidak pernah diberi tahu bahwa sungai mereka di tambang, warga berpendapat, izin dari siapapun jika tidak mendapat persetujuan warga, aktivitas itu tetap saja ilegal”. Papar tokoh adat Pulau Kaladan, Tanduk O Kasan kepada PUSAKA.
Dalam sehari, kapal tongkang Budi Berkat 02 itu mampu mengeruk pasir dari perut DAS Kapuas sebanyak 400 kubik. Harga pasir cukup menggiurkan, yakni Rp.90.000 / kubik. Namun harga tersebut tak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. Dari jumlah kerugian itulah, warga menentukan nilai denda jipen kepada pemilik kapal.
Menyikapi hal itu, warga menggelar sidang adat terbuka di balai kampung. Ukun, selaku ketua mantir, di dampingi wakil dan sekretaris setempat meyebut beberapa pasal hukum adat yang telah dilanggar pemilik kapal. Warga boleh mengusulkan bentuk sanksi dan nilai denda jika ada pasal-pasal yang disinyalir meringankan pelanggar.
“ Warga Pulau Kaladan masih bijaksana, hanya meminta jipen sepuluh juta rupiah, dengan catatan kalian tidak boleh lagi menambang di wilayah ini, jika kalian kembali, kalian akan di hukum lebih berat lagi”. Pungkas Mantir Ukun dengan bahasa dayak Ngaju, mengakhiri sidang.
Terkait penggunaan uang jipen, warga kembali melakukan musyawarah terbuka untuk mendapatkan kesepakatan. Diputuskan, uang tersebut digunakan untuk pengadaan kursi balai kampung, pemasangan listrik dan penambalan jalan kampung.
“ Uang jipen tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, karena uang denda itu hak warga, biarlah mereka yang menentukan pemanfaatannya”.
Hingga kini, wilayah perairan sungai Desa Kaladan bebas dari aktivitas penambangan. Kapal-Kapal pengeruk perut bumi gentar bersandar di Pulau Kaladan. Kapal Budi Berkat 02, hanya salah satu pelanggar yang diberi sanksi, sebelumnya, puluhan kapal tongkang bernasib sama. (A.P)
Berkomentar
One Comment
-
Hey very nice blog!! Man .. Excellent .. Amazing .. I will bookmark your site and take the feeds alsoI’m satisfied to find a lot of useful info right here within the post, we’d like develop extra strategies in this regard, thanks for sharing. bfebcecdfkde
Hey very nice blog!! Man .. Excellent .. Amazing .. I will bookmark your site and take the feeds alsoI’m satisfied to find a lot of useful info right here within the post, we’d like develop extra strategies in this regard, thanks for sharing. bfebcecdfkde