Pemerintah tidak sadar bahwa langkah-langkah yang dibuat oleh PT.Nabire Baru (PT.NB) yang selama ini adalah suatu proses pembodohan. Dan ini pemerintah bersama PTNB membunuh kami. Pemerintah tidak sadar bahwa PTNB adalah binatang kapitalis yang sedang menjajah kami. Kami mau pemerintah sadar dan lihat hal ini.
Hal itu dinyatakan oleh Imanuel Money, Kepala Suku Waoha (sub suku dari suku besar Yerisiam) di Kabupaten Nabire Papua. Dia menilai, pemerintah Kabupaten Nabire, melalui perusahaan kelapa sawit yang saat ini masih beroperasi di wilayah distrik Yaur, kampung Sima dan Wami telah membodohi rakyatnya sendiri.
“Pemerintah anggap masyarakat suku besar Yerisiam yang membawahi 4 sub suku yaitu, Waoha, Akaba, Sarakwari dan Koroba bukan masyarakat pemilik ulayat adat di kampung Sima. Maka PT.NABIRE BARU (PTNB)sama sekali tidak peduli dan tidak menghargai hak-hak kami,” jelas Money kepada Jubi, melalui pesan singkatnya, Selasa 3 Maret 2015.
Begal Investasi
Warga pemangku adat menilai perusahan Sawit tidak membuat MoU bersama pemilik hak ulayat, sementra Hak Guna Usaha sudah mau diterbitkan oleh Pemerintah untuk PTNB. Memangnya areal tanah yang diinvestasikan oleh PTNB adalah tanah pusaka milik moyang dari Imam Basrowi, Faisal dan QFLY kah? Kesal Imanuel Money sebagaimana dilansir tabloidjubi.
Lanjut Money, pemerintah pikir tiga orang ini adalah orang asli suku Yerisiam. Jadi pemerintah daerah sangat serius mendukung investasi mereka. Masyarakat kampung Sima bukan masyarakat Kabupaten Nabire, tetapi mereka asal usulnya dari Jogja dan Malaysia.

hutan habis dimakan kebun sawit IMG-20140809-00037
Senada, Robertino Hanebora, Sekertaris Suku Besar Yerisiam mengatakan, Suku Besar Yerisiam dan Waoha menolak dengan tegas rencana pemberian Hak Guna Usaha (HGU) kepada PTNB, penjahat dan kapitalis (pemodal) yang sudah membabat habis hutan milik suku besar Yerisiam di distrik Yaur, kampung Sima dan Wami.
“Pokoknya rencana penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Papua kepada sejumlah perusahaan kelapa sawit di seluruh tanah Papua, salah satu yang akan masuk dalam daftar penerima HGU adalah PT. Nabire Baru, kami menolak rencana ini!,” kata Robertino Hanebora saat menghubungi Jubi dari Nabire, pekan lalu.
Menurut Hanebora, PT. Nabire Baru tidak wajar terima HGU. Karena dari awal masuk sampai dengan saat ini masih ada konflik antara pemilik hak ulayat dan pihak perusahaan (PT.NB). Dengan demikian, suku Yerisiam dan Waohan sangat tidak setuju dengan rencana pemberian HGU.
Melalui pesan singkat yang diterima PUSAKA, Robertino Hanebora pertanyakan legalitas perusahaan sawit itu. Menurutnya, sampai saat ini investasi sawit yang sudah babat hutan habis tanpa AMDAL itu, seenaknya kasi rusak tempat keramat, dusun hutan “cempedak” dan sagu.
Tino, panggilan akrabnya menyebut tradisi kebal hukum (begal) yang dilakukan oleh PT. NB kepada mereka sudah seperti PT. Freeport yang puluhan tahun jajah Indonesia dan Papua. Heranya, ketika aturan Negara Indonesia diduga diabaikan oleh perusahaan sekelas sawit, lalu kenapa dibiarkan oleh Negara? Pinta Robertino Hanebora yang juga sekertaris Suku Besar Yerisiam.
(Arkilaus Baho)
Berkomentar
Pemerintah tidak sadar bahwa langkah-langkah yang dibuat oleh PT.Nabire Baru (PT.NB) yang selama ini adalah suatu proses pembodohan. Dan ini pemerintah bersama PTNB membunuh kami. Pemerintah tidak sadar bahwa PTNB adalah binatang kapitalis yang sedang menjajah kami. Kami mau pemerintah sadar dan lihat hal ini.
Hal itu dinyatakan oleh Imanuel Money, Kepala Suku Waoha (sub suku dari suku besar Yerisiam) di Kabupaten Nabire Papua. Dia menilai, pemerintah Kabupaten Nabire, melalui perusahaan kelapa sawit yang saat ini masih beroperasi di wilayah distrik Yaur, kampung Sima dan Wami telah membodohi rakyatnya sendiri.
“Pemerintah anggap masyarakat suku besar Yerisiam yang membawahi 4 sub suku yaitu, Waoha, Akaba, Sarakwari dan Koroba bukan masyarakat pemilik ulayat adat di kampung Sima. Maka PT.NABIRE BARU (PTNB)sama sekali tidak peduli dan tidak menghargai hak-hak kami,” jelas Money kepada Jubi, melalui pesan singkatnya, Selasa 3 Maret 2015.
Begal Investasi
Warga pemangku adat menilai perusahan Sawit tidak membuat MoU bersama pemilik hak ulayat, sementra Hak Guna Usaha sudah mau diterbitkan oleh Pemerintah untuk PTNB. Memangnya areal tanah yang diinvestasikan oleh PTNB adalah tanah pusaka milik moyang dari Imam Basrowi, Faisal dan QFLY kah? Kesal Imanuel Money sebagaimana dilansir tabloidjubi.
Lanjut Money, pemerintah pikir tiga orang ini adalah orang asli suku Yerisiam. Jadi pemerintah daerah sangat serius mendukung investasi mereka. Masyarakat kampung Sima bukan masyarakat Kabupaten Nabire, tetapi mereka asal usulnya dari Jogja dan Malaysia.

hutan habis dimakan kebun sawit IMG-20140809-00037
Senada, Robertino Hanebora, Sekertaris Suku Besar Yerisiam mengatakan, Suku Besar Yerisiam dan Waoha menolak dengan tegas rencana pemberian Hak Guna Usaha (HGU) kepada PTNB, penjahat dan kapitalis (pemodal) yang sudah membabat habis hutan milik suku besar Yerisiam di distrik Yaur, kampung Sima dan Wami.
“Pokoknya rencana penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Papua kepada sejumlah perusahaan kelapa sawit di seluruh tanah Papua, salah satu yang akan masuk dalam daftar penerima HGU adalah PT. Nabire Baru, kami menolak rencana ini!,” kata Robertino Hanebora saat menghubungi Jubi dari Nabire, pekan lalu.
Menurut Hanebora, PT. Nabire Baru tidak wajar terima HGU. Karena dari awal masuk sampai dengan saat ini masih ada konflik antara pemilik hak ulayat dan pihak perusahaan (PT.NB). Dengan demikian, suku Yerisiam dan Waohan sangat tidak setuju dengan rencana pemberian HGU.
Melalui pesan singkat yang diterima PUSAKA, Robertino Hanebora pertanyakan legalitas perusahaan sawit itu. Menurutnya, sampai saat ini investasi sawit yang sudah babat hutan habis tanpa AMDAL itu, seenaknya kasi rusak tempat keramat, dusun hutan “cempedak” dan sagu.
Tino, panggilan akrabnya menyebut tradisi kebal hukum (begal) yang dilakukan oleh PT. NB kepada mereka sudah seperti PT. Freeport yang puluhan tahun jajah Indonesia dan Papua. Heranya, ketika aturan Negara Indonesia diduga diabaikan oleh perusahaan sekelas sawit, lalu kenapa dibiarkan oleh Negara? Pinta Robertino Hanebora yang juga sekertaris Suku Besar Yerisiam.
(Arkilaus Baho)