Sejumlah warga desa Sei Ahas Kecamatan Mantangai Kabupaten Kapuas, Kalteng, sejak Jumat,(26/6) kemarin, kembali melakukan pendudukan lahan yang diklaim perkebunan sawit PT Rezeki Alam Semesta Raya. Pendudukan dilakukan karena sengketa lahan yang terjadi sejak tahun 2004 silam, hingga kini belum ada penyelesaian.
“Setahu kami, setelah Bupati menerbitkan penghentian izin operasionalnya, sejauh ini perusahaan tidak lagi memperpanjang atau mengurus izin tersebut, bahkan Bupati pernah menyebut PT RASR ilegal “.
Demikian keterangan Misradi, salah satu warga yang lahannya dicaplok perusahaan. Menurutnya, kini warga tidak akan menunggu keputusan siapapun untuk menggarap lahan. pertimbangannya, kebutuhan atas lahan semakin meningkat. Sedangkan warga telah menempuh berbagai cara prosedural untuk mendapat lahan. Jika bergantung kepada keputusan pemerintah yang tak kunjung mengambil tindakan. Ia khawatir warga tak dapat berladang dan tak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Kini warga tak bisa mengandalkan getah karet yang harganya tak kunjung naik. Warga butuh lahan alternatife supaya bisa menanam palawija dan tanaman pangan lainnya”.
Sejauh ini, belum ada pihak-pihak yang mengintimidasi warga ketika melakukan aktivitas pendudukan lahan. Namun demikian, warga tetap berjaga-jaga dari berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Aksi pendudukan lahan tak akan berhenti, rencananya dilanjutkan dengan pengelolaan lahan. Warga juga berencana membangun koperasi untuk mengelola lahan tersebut.
(HRA-Juni 2015)
Berkomentar
Sejumlah warga desa Sei Ahas Kecamatan Mantangai Kabupaten Kapuas, Kalteng, sejak Jumat,(26/6) kemarin, kembali melakukan pendudukan lahan yang diklaim perkebunan sawit PT Rezeki Alam Semesta Raya. Pendudukan dilakukan karena sengketa lahan yang terjadi sejak tahun 2004 silam, hingga kini belum ada penyelesaian.
“Setahu kami, setelah Bupati menerbitkan penghentian izin operasionalnya, sejauh ini perusahaan tidak lagi memperpanjang atau mengurus izin tersebut, bahkan Bupati pernah menyebut PT RASR ilegal “.
Demikian keterangan Misradi, salah satu warga yang lahannya dicaplok perusahaan. Menurutnya, kini warga tidak akan menunggu keputusan siapapun untuk menggarap lahan. pertimbangannya, kebutuhan atas lahan semakin meningkat. Sedangkan warga telah menempuh berbagai cara prosedural untuk mendapat lahan. Jika bergantung kepada keputusan pemerintah yang tak kunjung mengambil tindakan. Ia khawatir warga tak dapat berladang dan tak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Kini warga tak bisa mengandalkan getah karet yang harganya tak kunjung naik. Warga butuh lahan alternatife supaya bisa menanam palawija dan tanaman pangan lainnya”.
Sejauh ini, belum ada pihak-pihak yang mengintimidasi warga ketika melakukan aktivitas pendudukan lahan. Namun demikian, warga tetap berjaga-jaga dari berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Aksi pendudukan lahan tak akan berhenti, rencananya dilanjutkan dengan pengelolaan lahan. Warga juga berencana membangun koperasi untuk mengelola lahan tersebut.
(HRA-Juni 2015)