Kepala Subdirektorat Pertanggungjawaban Profesi Bidang Propam Kepolisian Daerah Papua M. Duwila mengatakan uji balistik kasus penembakan dalam amuk massa di Kabupaten Tolikara, Papua, pada 17 Juli 2015 sudah selesai dilakukan. Hasilnya, peluru yang menewaskan satu orang dan melukai sebelas orang itu bukan berasal dari peluru aparat polisi Kepolisian Resor Tolikara.
“Uji balistik sudah selesai. Hasilnya ada di Reserse Kriminal. Hasilnya, peluru yang ditembakkan bukan peluru polisi,” kata Duwila yang dihubungi Tempo melalui telepon, Senin, 7 September 2015.
Duwila enggan menjelaskan kepada sumber tersebut secara detail hasil uji balistik itu. Ia meminta Tempo menghubungi pihak Reskrim dan juru bicara Polda Papua. (Baca: Koalisi Masyarakat Sipil Sayangkan Isu Tolikara Bergeser ke Isu Agama)
Kepala Bidang Humas Polda Papua AKBP Patrige Renwarin yang dihubungi via telepon maupun pesan pendek dari tempo.co, tidak memberikan respons tentang hasil uji balistik kasus penembakan di Tolikara. “Saya masih ikut seminar, jadi nanti dulu,” ujarnya kemarin.
Duwila menjelaskan Polda Papua juga sudah menggelar sidang pelanggaran disiplin terhadap personel Polres Tolikara saat terjadi amuk massa di Tolikara. Amuk massa terjadi setelah umat Kristen GIDI Tolikara yang menggelar seminar internasional dan kebaktian kebangunan rohani memprotes digelarnya salat Idul Fitri di halaman terbuka. Padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan salat digelar di dalam musala. (Baca: Ini Temuan Komnas HAM di Tolikara: 12 Warga Tertembak, 1 Warga Meninggal, 400 Orang Mengungsi)
Dalam situasi memanas, tanpa menunggu perintah Kapolres Tolikara Soeroso yang ada di lokasi kejadian, sejumlah personel kepolisian itu lari ke gudang senjata dan memaksa penjaga mengeluarkan senjata berikut amunisinya dan membunyikan lonceng bahaya. Duwila memimpin pemeriksaan terhadap semua personel Polres Tolikara, termasuk Soeroso. (Baca: Hasil Investigasi Tolikara Ada 4 Pelanggaran HAM)
Hasilnya, kata Duwila, sebanyak 12 personel Polres Tolikara dijatuhi sanksi, dari teguran tertulis hingga dikenakan tahanan badan selama 21 hari terhitung sejak 24 Agustus lalu. Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Endang Sondik enggan memberikan tanggapan atas temuan hasil uji balistik Polda Papua. (Baca: Kasus Tolikara: Korban Stigmatisasi dan Upaya Pengalihan Isu)
Saat Tempo mencoba menghubungi Endang Sondik melalui telepon kemarin malam, ia memutuskan sambungan telepon. Pada panggilan kedua, Endang Sondik berujar: “Saya sedang rapat.” Ketika dihubungi kembali, teleponnya dinonaktifkan. (Baca: Mencegah Kekerasan di Tanah Papua)
Disunting oleh: Suara PUSAKA (SP)
Berkomentar
Kepala Subdirektorat Pertanggungjawaban Profesi Bidang Propam Kepolisian Daerah Papua M. Duwila mengatakan uji balistik kasus penembakan dalam amuk massa di Kabupaten Tolikara, Papua, pada 17 Juli 2015 sudah selesai dilakukan. Hasilnya, peluru yang menewaskan satu orang dan melukai sebelas orang itu bukan berasal dari peluru aparat polisi Kepolisian Resor Tolikara.
“Uji balistik sudah selesai. Hasilnya ada di Reserse Kriminal. Hasilnya, peluru yang ditembakkan bukan peluru polisi,” kata Duwila yang dihubungi Tempo melalui telepon, Senin, 7 September 2015.
Duwila enggan menjelaskan kepada sumber tersebut secara detail hasil uji balistik itu. Ia meminta Tempo menghubungi pihak Reskrim dan juru bicara Polda Papua. (Baca: Koalisi Masyarakat Sipil Sayangkan Isu Tolikara Bergeser ke Isu Agama)
Kepala Bidang Humas Polda Papua AKBP Patrige Renwarin yang dihubungi via telepon maupun pesan pendek dari tempo.co, tidak memberikan respons tentang hasil uji balistik kasus penembakan di Tolikara. “Saya masih ikut seminar, jadi nanti dulu,” ujarnya kemarin.
Duwila menjelaskan Polda Papua juga sudah menggelar sidang pelanggaran disiplin terhadap personel Polres Tolikara saat terjadi amuk massa di Tolikara. Amuk massa terjadi setelah umat Kristen GIDI Tolikara yang menggelar seminar internasional dan kebaktian kebangunan rohani memprotes digelarnya salat Idul Fitri di halaman terbuka. Padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan salat digelar di dalam musala. (Baca: Ini Temuan Komnas HAM di Tolikara: 12 Warga Tertembak, 1 Warga Meninggal, 400 Orang Mengungsi)
Dalam situasi memanas, tanpa menunggu perintah Kapolres Tolikara Soeroso yang ada di lokasi kejadian, sejumlah personel kepolisian itu lari ke gudang senjata dan memaksa penjaga mengeluarkan senjata berikut amunisinya dan membunyikan lonceng bahaya. Duwila memimpin pemeriksaan terhadap semua personel Polres Tolikara, termasuk Soeroso. (Baca: Hasil Investigasi Tolikara Ada 4 Pelanggaran HAM)
Hasilnya, kata Duwila, sebanyak 12 personel Polres Tolikara dijatuhi sanksi, dari teguran tertulis hingga dikenakan tahanan badan selama 21 hari terhitung sejak 24 Agustus lalu. Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Endang Sondik enggan memberikan tanggapan atas temuan hasil uji balistik Polda Papua. (Baca: Kasus Tolikara: Korban Stigmatisasi dan Upaya Pengalihan Isu)
Saat Tempo mencoba menghubungi Endang Sondik melalui telepon kemarin malam, ia memutuskan sambungan telepon. Pada panggilan kedua, Endang Sondik berujar: “Saya sedang rapat.” Ketika dihubungi kembali, teleponnya dinonaktifkan. (Baca: Mencegah Kekerasan di Tanah Papua)
Disunting oleh: Suara PUSAKA (SP)