SELASA, 01 DESEMBER 2015 , 17:36:00 WIB
LAPORAN: ADE MULYANA
RMOL. Pembubaran paksa aksi Aliansi Mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali di Bundaran Hotel Indonesia siang tadi secara represif oleh aparat kepolisian merupakan bentuk pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat di muka umum.
Demikian disampaikan Direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani, dalam pesan elektronik yang dikirim ke redaksi sesaat lalu (Selasa, 1/12).
Menurut dia penangkapan sewenang-wenang untuk mengakhiri pembubaran aksi tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap asas due process of law.
“Polisi sangat diskriminatif karena memperlakukan berbeda aksi mahasiswa Papua dengan aksi-aksi massa yang lainnya,” kata dia.
Ismail mengecam keras pembubaran aksi dan kekerasan yang menimpa mahasiswa asal Papua dan peserta aksi lainnya. Menurut dia tindakan polisi menunjukkan sikap primitif dalam menangani aksi-aksi warga yang mendukung pemenuhan hak asasi manusia warga Papua.
“Polri harus segera melepaskan 306 peserta aksi yang ditangkap tanpa syarat,” desaknya.
Dia juga mengecam pengintaian terhadap asrama mahasiswa Papua di Yogyakarta yang dilakukan Polri dan TNI. Menurutnya, generalisasi dan labeling terhadap mahasiswa Papua dengan isu sparatisme adalah cara Orde Baru.
“Isu ini terus direproduksi hanya untuk menundukkan aspirasi warga negara tentang Papua, dan untuk menghindar dari kewajiban pemenuhan HAM di Papua,” tukasnya.[dem]
http://www.rmol.co/read/2015/12/01/226478/Pembubaran-Paksa-Aksi-Mahasiswa-Papua-Melanggar-Kebebasan-Berpendapat-
Berkomentar
SELASA, 01 DESEMBER 2015 , 17:36:00 WIB
LAPORAN: ADE MULYANA
RMOL. Pembubaran paksa aksi Aliansi Mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali di Bundaran Hotel Indonesia siang tadi secara represif oleh aparat kepolisian merupakan bentuk pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat di muka umum.
Demikian disampaikan Direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani, dalam pesan elektronik yang dikirim ke redaksi sesaat lalu (Selasa, 1/12).
Menurut dia penangkapan sewenang-wenang untuk mengakhiri pembubaran aksi tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap asas due process of law.
“Polisi sangat diskriminatif karena memperlakukan berbeda aksi mahasiswa Papua dengan aksi-aksi massa yang lainnya,” kata dia.
Ismail mengecam keras pembubaran aksi dan kekerasan yang menimpa mahasiswa asal Papua dan peserta aksi lainnya. Menurut dia tindakan polisi menunjukkan sikap primitif dalam menangani aksi-aksi warga yang mendukung pemenuhan hak asasi manusia warga Papua.
“Polri harus segera melepaskan 306 peserta aksi yang ditangkap tanpa syarat,” desaknya.
Dia juga mengecam pengintaian terhadap asrama mahasiswa Papua di Yogyakarta yang dilakukan Polri dan TNI. Menurutnya, generalisasi dan labeling terhadap mahasiswa Papua dengan isu sparatisme adalah cara Orde Baru.
“Isu ini terus direproduksi hanya untuk menundukkan aspirasi warga negara tentang Papua, dan untuk menghindar dari kewajiban pemenuhan HAM di Papua,” tukasnya.[dem]
http://www.rmol.co/read/2015/12/01/226478/Pembubaran-Paksa-Aksi-Mahasiswa-Papua-Melanggar-Kebebasan-Berpendapat-