Cetak | 24 Maret 2016
HAINAN, KOMPAS — Indonesia harus terus mempermudah perizinan dan prosedur berinvestasi. Investor dari sejumlah negara, termasuk Tiongkok, sedang mencari pasar yang besar dan basis produksi yang murah.
Salah satu alasan Tiongkok adalah biaya investasi yang makin mahal.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, perkembangan ekonomi global mendorong korporasi memperluas pasar dan basis produksi yang murah. “Indonesia memiliki keduanya, bahkan Indonesia memiliki sumber daya sebagai bahan baku. Jadi, dengan pasar yang besar, basis produksi yang murah, dan ketersediaan bahan baku yang melimpah, Indonesia memenuhi syarat untuk tempat investasi. Yang kita butuhkan saat ini untuk menarik investor asing berbondong-bondong masuk ke Indonesia adalah efisiensi. Ini sedang terus digalakkan pemerintah,” kata Kalla seusai bertemu dengan pemimpin dua korporasi asal Tiongkok yang akan dan melanjutkan investasi di Indonesia di Hainan, Rabu (23/3).
Seperti dilaporkan wartawan Kompas, A Handoko, dari Hainan, Kalla bertemu pemimpin China Fortune Land Development Zhao Hanying dan pemimpin Virtue Dragon Zho Ming Dong dalam kesempatan terpisah di Hainan. Pemerintah mereformasi perizinan investasi. Bahkan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memberikan izin awal, tiga jam setelah syarat yang diperlukan lengkap.
“Kedua korporasi itu, satu sudah mulai investasi, yaitu Virtue, akan membuat pabrik pengolahan nikel. Satu lagi akan masuk membuat kawasan industri terpadu. Dari mereka, saya bisa tangkap ada kendala yang dihadapi di Indonesia, yaitu soal lahan dan infrastruktur. Yang lahan, saya harap sebulan ini sudah beres, sementara infrastruktur terus kita kerjakan,” tutur Kalla.
Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan, bagi Tiongkok, Indonesia adalah negara tujuan investasi kedua setelah Amerika Serikat. Namun, di sisi Indonesia, investasi Tiongkok menempati peringkat ke-11 sehingga peluang meningkatkan investasi Tiongkok ke Indonesia masih besar.
Pada 2010-2015, investasi Tiongkok di luar negeri 219,897 miliar dollar AS. Dalam kurun waktu tersebut, realisasi investasi di Indonesia sekitar 11 persen dari total investasi.
“Tahun ini, target investasi Tiongkok ke Indonesia 30 miliar dollar AS, tahun depan menjadi 60 miliar dollar AS. Untuk tahun ini, sekitar 10 persen sampai ke izin prinsip,” kata Franky.
Virtue Dragon mulai berinvestasi membangun pabrik pengolahan nikel di Indonesia, dengan komitmen investasi 5 miliar dollar AS dalam lima tahun. Virtue terkendala lahan yang belum siap digunakan sebagai kawasan industri, padahal sudah melunasi pembelian lahan.
“Kendala Virtue menjadi pelajaran bagi kita semua. Kemudahan perizinan di pusat masih terkendala pelaksanaan di daerah,” kata Kalla.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Maret 2016, di halaman 17 dengan judul “Indonesia Permudah Izin dan Prosedur”.
http://print.kompas.com/baca/2016/03/24/Indonesia-Permudah-Izin-dan-Prosedur
Berkomentar
Cetak | 24 Maret 2016
HAINAN, KOMPAS — Indonesia harus terus mempermudah perizinan dan prosedur berinvestasi. Investor dari sejumlah negara, termasuk Tiongkok, sedang mencari pasar yang besar dan basis produksi yang murah.
Salah satu alasan Tiongkok adalah biaya investasi yang makin mahal.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, perkembangan ekonomi global mendorong korporasi memperluas pasar dan basis produksi yang murah. “Indonesia memiliki keduanya, bahkan Indonesia memiliki sumber daya sebagai bahan baku. Jadi, dengan pasar yang besar, basis produksi yang murah, dan ketersediaan bahan baku yang melimpah, Indonesia memenuhi syarat untuk tempat investasi. Yang kita butuhkan saat ini untuk menarik investor asing berbondong-bondong masuk ke Indonesia adalah efisiensi. Ini sedang terus digalakkan pemerintah,” kata Kalla seusai bertemu dengan pemimpin dua korporasi asal Tiongkok yang akan dan melanjutkan investasi di Indonesia di Hainan, Rabu (23/3).
Seperti dilaporkan wartawan Kompas, A Handoko, dari Hainan, Kalla bertemu pemimpin China Fortune Land Development Zhao Hanying dan pemimpin Virtue Dragon Zho Ming Dong dalam kesempatan terpisah di Hainan. Pemerintah mereformasi perizinan investasi. Bahkan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memberikan izin awal, tiga jam setelah syarat yang diperlukan lengkap.
“Kedua korporasi itu, satu sudah mulai investasi, yaitu Virtue, akan membuat pabrik pengolahan nikel. Satu lagi akan masuk membuat kawasan industri terpadu. Dari mereka, saya bisa tangkap ada kendala yang dihadapi di Indonesia, yaitu soal lahan dan infrastruktur. Yang lahan, saya harap sebulan ini sudah beres, sementara infrastruktur terus kita kerjakan,” tutur Kalla.
Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan, bagi Tiongkok, Indonesia adalah negara tujuan investasi kedua setelah Amerika Serikat. Namun, di sisi Indonesia, investasi Tiongkok menempati peringkat ke-11 sehingga peluang meningkatkan investasi Tiongkok ke Indonesia masih besar.
Pada 2010-2015, investasi Tiongkok di luar negeri 219,897 miliar dollar AS. Dalam kurun waktu tersebut, realisasi investasi di Indonesia sekitar 11 persen dari total investasi.
“Tahun ini, target investasi Tiongkok ke Indonesia 30 miliar dollar AS, tahun depan menjadi 60 miliar dollar AS. Untuk tahun ini, sekitar 10 persen sampai ke izin prinsip,” kata Franky.
Virtue Dragon mulai berinvestasi membangun pabrik pengolahan nikel di Indonesia, dengan komitmen investasi 5 miliar dollar AS dalam lima tahun. Virtue terkendala lahan yang belum siap digunakan sebagai kawasan industri, padahal sudah melunasi pembelian lahan.
“Kendala Virtue menjadi pelajaran bagi kita semua. Kemudahan perizinan di pusat masih terkendala pelaksanaan di daerah,” kata Kalla.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Maret 2016, di halaman 17 dengan judul “Indonesia Permudah Izin dan Prosedur”.
http://print.kompas.com/baca/2016/03/24/Indonesia-Permudah-Izin-dan-Prosedur