Redaksi Beritaempat 1 day ago Desa dan DT
Jakarta, Beritaempat – Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu (PDTu), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Suprayoga Hadi, memaparkan tujuh poin hasil Rapat Koordinasi Restorasi Ekosistem Gambut yang digelar bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, di Gedung Kementerian LHK, Jakarta, Senin (14/3) lalu.
Menurut Suprayoga, ada tujuh pointers dalam Rakor yang digelar tersebut. “Pertama, gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang sebagian telah terdekomposisi dan terakumulasi pada rawa dan genangan air (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan ekosistem gambut),” tuturnya saat ditemui di Kantor Kemendes PDTT, Jakarta, Selasa (15/3).
Indonesia, lanjut Suprayoga, memiliki luas ekosistem gambut ke tiga terluas di dunia, dimana sebagian besar berada di bagian pesisir dataran rendah pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua. Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan mencapai 20,6 juta hektar atau sekitar 10,8 persen dari luas daratan Indonesia.
“Kedua, Keberadaan lahan gambut di Indonesia sangat bermanfaat dalam menjaga keberlangsungan ekosistem lingkungan,” jelasnya.
Ketiga, kata Suprayoga, melihat begitu pentingnya ekosistem gambut bagi keberlangsung lingkungan, sudah selayaknya keberlangsungan ekosistem gambut menjadi perhatian penting.
“Namun, saat ini luas ekosistem gambut di Indonesia semakin lama semakin berkurang. Diestimasi dari Tahun 2004-2011 (7 tahun) ekosistem gambut di Sumatera berkurang 10,7 %, di Kalimantan berkurang 17,2% dan di Papua berkurang 28,8%. Kondisi tersebut terjadi akibat adanya perubahan fungsi lahan gambut menjadi area pertanian, perkebunan, perumahan, dan lain-lain,” ungkapnya.
Apalagi, sambung Suprayoga, jika mengingat kebakaran hutan tahun 2015 yang mencapai 2,6 juta hektar, 75% titik api kebakaran lahan dan hutan tersebut terjadi pada ekosistem gambut.
“Keempat, melihat kondisi tersebut, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi-JK telah berupaya melakukan pengendalian, pengelolaan dan pengawasan ekosistem gambut. Keseriusan pemerintah juga dapat dilihat dari kelembagaan dari pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG),” paparnya.
Ia menyebut BRG yang memiliki target restorasi lahan gambut seluas dua juta hektar yang tersebar di Papua, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Jambi, Riau dan Sumatera Selatan.
“Kelima, Upaya pengembalian atau pemulihan kepada keadaan semula (restorasi) ekosistem gambut harus dilakukan secara sistemik dan berkelanjutan,” lanjutnya kemudian.
Keenam, jelas Suprayoga, salah satu contoh praktek pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan (Paludikultur) adalah melaui penanaman tanaman bernilai ekonomi yang dapat hidup dalam kondisi basah (sehingga tidak perlu dilakukan pembakaran) seperti rotan, meranti, sagu, tengkawang, jeluntung, dan lain-lain.
“Jenis tumbuhan tersebut dapat tumbuh baik di lahan dengan tingkat basah yang tinggi dan memiliki nilai ekonomi yakni meningkatkan produktivitas kayu dan kertas,” ujarnya.
Dan terakhir yang ketujuh, jelasnya, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi juga memiliki kontribusi positif dalam mendukung upaya restorasi ekosistem gambut secara berkelanjutan. (Hengki Lumbantoruan)
http://www.beritaempat.com/ini-tujuh-poin-penting-hasil-rakor-restorasi-ekosistem-gambut/
Berkomentar
Redaksi Beritaempat 1 day ago Desa dan DT
Jakarta, Beritaempat – Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu (PDTu), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Suprayoga Hadi, memaparkan tujuh poin hasil Rapat Koordinasi Restorasi Ekosistem Gambut yang digelar bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, di Gedung Kementerian LHK, Jakarta, Senin (14/3) lalu.
Menurut Suprayoga, ada tujuh pointers dalam Rakor yang digelar tersebut. “Pertama, gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang sebagian telah terdekomposisi dan terakumulasi pada rawa dan genangan air (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan ekosistem gambut),” tuturnya saat ditemui di Kantor Kemendes PDTT, Jakarta, Selasa (15/3).
Indonesia, lanjut Suprayoga, memiliki luas ekosistem gambut ke tiga terluas di dunia, dimana sebagian besar berada di bagian pesisir dataran rendah pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua. Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan mencapai 20,6 juta hektar atau sekitar 10,8 persen dari luas daratan Indonesia.
“Kedua, Keberadaan lahan gambut di Indonesia sangat bermanfaat dalam menjaga keberlangsungan ekosistem lingkungan,” jelasnya.
Ketiga, kata Suprayoga, melihat begitu pentingnya ekosistem gambut bagi keberlangsung lingkungan, sudah selayaknya keberlangsungan ekosistem gambut menjadi perhatian penting.
“Namun, saat ini luas ekosistem gambut di Indonesia semakin lama semakin berkurang. Diestimasi dari Tahun 2004-2011 (7 tahun) ekosistem gambut di Sumatera berkurang 10,7 %, di Kalimantan berkurang 17,2% dan di Papua berkurang 28,8%. Kondisi tersebut terjadi akibat adanya perubahan fungsi lahan gambut menjadi area pertanian, perkebunan, perumahan, dan lain-lain,” ungkapnya.
Apalagi, sambung Suprayoga, jika mengingat kebakaran hutan tahun 2015 yang mencapai 2,6 juta hektar, 75% titik api kebakaran lahan dan hutan tersebut terjadi pada ekosistem gambut.
“Keempat, melihat kondisi tersebut, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi-JK telah berupaya melakukan pengendalian, pengelolaan dan pengawasan ekosistem gambut. Keseriusan pemerintah juga dapat dilihat dari kelembagaan dari pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG),” paparnya.
Ia menyebut BRG yang memiliki target restorasi lahan gambut seluas dua juta hektar yang tersebar di Papua, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Jambi, Riau dan Sumatera Selatan.
“Kelima, Upaya pengembalian atau pemulihan kepada keadaan semula (restorasi) ekosistem gambut harus dilakukan secara sistemik dan berkelanjutan,” lanjutnya kemudian.
Keenam, jelas Suprayoga, salah satu contoh praktek pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan (Paludikultur) adalah melaui penanaman tanaman bernilai ekonomi yang dapat hidup dalam kondisi basah (sehingga tidak perlu dilakukan pembakaran) seperti rotan, meranti, sagu, tengkawang, jeluntung, dan lain-lain.
“Jenis tumbuhan tersebut dapat tumbuh baik di lahan dengan tingkat basah yang tinggi dan memiliki nilai ekonomi yakni meningkatkan produktivitas kayu dan kertas,” ujarnya.
Dan terakhir yang ketujuh, jelasnya, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi juga memiliki kontribusi positif dalam mendukung upaya restorasi ekosistem gambut secara berkelanjutan. (Hengki Lumbantoruan)
http://www.beritaempat.com/ini-tujuh-poin-penting-hasil-rakor-restorasi-ekosistem-gambut/