SURAT PROTES
Kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
di tempat.-
Dengan Hormat,
Pada akhir April 2015, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) mengeluarkan masing-masing: (1) surat Nomor 5/1/PP-LKH/K/2015 tentang Persetujuan Prinsip Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat Dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit kepada PT. Mega Mustika Plantation di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat, seluas 9.168 hektar dan (2) surat Nomor 6/1/PP-LKH/K/2015 tentang Persetujuan Prinsip Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat Dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit kepada PT. Cipta Papua Plantation di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat, seluas 15.310 hektar.
Kedua surat Menteri LHK tersebut baru diketahui dan diinformasikan kepada masyarakat adat Moi yang berada disekitar lokasi dimaksud pada Senin, 25 April 2016, melalui surat undangan rapat Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sorong, untuk membahas tata batas.
Kami memandang, Keputusan Menteri LHK tersebut menggambarkan masih buruknya tata kelola kehutanan di Indonesia, yang masih berorientasi pada ekstraksi sumberdaya alam dibandingkan menata kembali pengelolaan suumberdaya alam, pro kepada pemodal, tidak mengakui bahkan mengabaikan hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Hal ini bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan, tidak sejalan dengan misi penyempurnaan tata kelola hutan dan gerakan nasional penyelamatan sumberdaya alam, serta mengingkari komitmen penurunan emisi gas rumah kaca, sebagaimana tertulis dan tersirat dalam:
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, mengenai perlindungan hak masyarakat adat (Pasal 43);
- Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, Diktum Pertama dan Diktum Ketiga;
- Deklarasi Penyelamatan Sumberdaya Alam Indonesia, Maret 2015;
- Dokumen INDC (Intended Nationally Determined Contribution), Desember 2015.
Keputusan Menteri LHK tersebut juga mengabaikan aspirasi penolakan masyarakat adat Moi pemilik tanah adat yang sudah disampaikan kepada pemerintah pada Agustus 2012 dan April 2015.
Karenanya, atas nama konstitusi dan keadilan bagi masyarakat adat Moi serta keberlangsungan daya dukung lingkungan di tanah Papua dan umumnya di Indonesia, maka kami menyatakan PROTES atas surat Menteri LHK tersebut. Kami meminta Menteri LHK segera membatalkan Surat Ijin Prinsip tersebut. Kami juga meminta Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sorong untuk menghentikan proses penataan batas yang sedang berlangsung.
Demikian Surat Protes ini dibuat untuk diperhatikan dan dilaksanakan.
Hormat kami,
- Y.L. Franky, PUSAKA, Jakarta
- Septer Manufandu, JERAT Papua, Jayapura, Papua
- Macx Binur, Perkumpulan Belantara Papua, Sorong, Papua Barat
- Victor Mambor, Perkumpulan JUBI, Jayapura, Papua
- Yuyun Indradi, Aktivis Greenpeace Indonesia, Jakarta
- Siti Rakhma Mary, Dosen, President University, Jakarta
- Esau Yaung, Yayasan Paradisea, Manokwari, Papua Barat
- Richart Charles Tawaru, Greenpeace Indonesia di Papua, Sorong, Papua Barat
- Charles Imbir, aktivis, Raja Ampat, Papua Barat
- Esau Rumere, Fakfak, Papua Barat
- Bernard Agapa, aktivis PapuaItuKita, Jakarta
- Dahniar, Direktur Perkumpulan Huma, Jakarta
- M. Kosar, JPIK, Bogor
- Ayu Wulansari, Yayasan Paradisea, Manokwari, Papua Barat
- Robert Melianus Basoka, Yayasan Paradisea, Manokwari, Papua Barat
- Fourly Latul, Yayasan Paradisea, Manokwari, Papua Barat
- Maria Magdalena, Bentara Papua, Manokwari, Papua Barat
- Yanuarius Anouw, Bentara Papua, Manokwari, Papua Barat
- Puspa Dewi, Solidaritas Perempuan, Jakarta.
Kontak Person:
Y.L. Franky
Email: [email protected]
HP. 0813 1728 6019
Charles Tawaru
Email: [email protected]
HP: 0812 4795 9331
Berkomentar
SURAT PROTES
Kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
di tempat.-
Dengan Hormat,
Pada akhir April 2015, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) mengeluarkan masing-masing: (1) surat Nomor 5/1/PP-LKH/K/2015 tentang Persetujuan Prinsip Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat Dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit kepada PT. Mega Mustika Plantation di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat, seluas 9.168 hektar dan (2) surat Nomor 6/1/PP-LKH/K/2015 tentang Persetujuan Prinsip Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat Dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit kepada PT. Cipta Papua Plantation di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat, seluas 15.310 hektar.
Kedua surat Menteri LHK tersebut baru diketahui dan diinformasikan kepada masyarakat adat Moi yang berada disekitar lokasi dimaksud pada Senin, 25 April 2016, melalui surat undangan rapat Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sorong, untuk membahas tata batas.
Kami memandang, Keputusan Menteri LHK tersebut menggambarkan masih buruknya tata kelola kehutanan di Indonesia, yang masih berorientasi pada ekstraksi sumberdaya alam dibandingkan menata kembali pengelolaan suumberdaya alam, pro kepada pemodal, tidak mengakui bahkan mengabaikan hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Hal ini bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan, tidak sejalan dengan misi penyempurnaan tata kelola hutan dan gerakan nasional penyelamatan sumberdaya alam, serta mengingkari komitmen penurunan emisi gas rumah kaca, sebagaimana tertulis dan tersirat dalam:
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, mengenai perlindungan hak masyarakat adat (Pasal 43);
- Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, Diktum Pertama dan Diktum Ketiga;
- Deklarasi Penyelamatan Sumberdaya Alam Indonesia, Maret 2015;
- Dokumen INDC (Intended Nationally Determined Contribution), Desember 2015.
Keputusan Menteri LHK tersebut juga mengabaikan aspirasi penolakan masyarakat adat Moi pemilik tanah adat yang sudah disampaikan kepada pemerintah pada Agustus 2012 dan April 2015.
Karenanya, atas nama konstitusi dan keadilan bagi masyarakat adat Moi serta keberlangsungan daya dukung lingkungan di tanah Papua dan umumnya di Indonesia, maka kami menyatakan PROTES atas surat Menteri LHK tersebut. Kami meminta Menteri LHK segera membatalkan Surat Ijin Prinsip tersebut. Kami juga meminta Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sorong untuk menghentikan proses penataan batas yang sedang berlangsung.
Demikian Surat Protes ini dibuat untuk diperhatikan dan dilaksanakan.
Hormat kami,
- Y.L. Franky, PUSAKA, Jakarta
- Septer Manufandu, JERAT Papua, Jayapura, Papua
- Macx Binur, Perkumpulan Belantara Papua, Sorong, Papua Barat
- Victor Mambor, Perkumpulan JUBI, Jayapura, Papua
- Yuyun Indradi, Aktivis Greenpeace Indonesia, Jakarta
- Siti Rakhma Mary, Dosen, President University, Jakarta
- Esau Yaung, Yayasan Paradisea, Manokwari, Papua Barat
- Richart Charles Tawaru, Greenpeace Indonesia di Papua, Sorong, Papua Barat
- Charles Imbir, aktivis, Raja Ampat, Papua Barat
- Esau Rumere, Fakfak, Papua Barat
- Bernard Agapa, aktivis PapuaItuKita, Jakarta
- Dahniar, Direktur Perkumpulan Huma, Jakarta
- M. Kosar, JPIK, Bogor
- Ayu Wulansari, Yayasan Paradisea, Manokwari, Papua Barat
- Robert Melianus Basoka, Yayasan Paradisea, Manokwari, Papua Barat
- Fourly Latul, Yayasan Paradisea, Manokwari, Papua Barat
- Maria Magdalena, Bentara Papua, Manokwari, Papua Barat
- Yanuarius Anouw, Bentara Papua, Manokwari, Papua Barat
- Puspa Dewi, Solidaritas Perempuan, Jakarta.
Kontak Person:
Y.L. Franky
Email: [email protected]
HP. 0813 1728 6019
Charles Tawaru
Email: [email protected]
HP: 0812 4795 9331