Senin, 12 Juni 2017, Bupati Keerom, Drs. Celcius Watae, MH, menindaklanjuti permintaan masyarakat adat Yimnawi Gir untuk bertemu membicarakan penyelesaian sengketa tanah perkebunan kelapa sawit PTPN II di Kantor Bupati Keerom.
Pertemuan tersebut dihadiri puluhan warga perwakilan masyarakat adat Yimnawai Gir, Bupati Keerom, Ketua DPRD Keerom dan Wakil Kapolres setempat.
Pada pertemuan tersebut, masyarakat adat Yimnawai Gir kembali menyampaikan tuntutannya yakni pemerintah dan perusahaan PTPN II mengembalikan tanah adat seluas 50.000 hektar yang dirampas untuk bisnis perkebunan kelapa sawit. Pemerintah dan perusahaan juga dituntut membayar denda adat sebesar Rp. 7 triliun atas perampasan dan pemanfaatan tanah selama 35 tahun (terhitung sejak tahun 1982).
Menurut Dominika Tafor, pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan, “Bupati menawarkan uang ganti rugi tanah dari Gubernur Papua sebesar Rp. 1 milyar, namun masyarakat adat menolak karena tidak sesuai dengan tuntutan denda adat”, jelas Dominika.
Bupati meminta masyarakat adat bersabar karena pemerintah sudah membentuk tim penanganan sengketa yang dipimpin oleh Sekda Keerom. Sudah satu tahun Tim dibentuk, tapi belum ada laporan dan aksi nyata untuk menyelesaikan sengketa.
Dewan Adat Keerom dan perwakilan masyarakat adat Yimnawai Gir dalam waktu dekat akan membuat musyawarah bersama masyarakat untuk menyikapi tanggapan pemerintah.
“Kalau tidak ada keseriusan pemerintah maka kami akan melakukan upaya hukum menggugat izin pemerintah yang tidak adil”, kata Dominika.
Ank, Juni 2017
Berkomentar
Senin, 12 Juni 2017, Bupati Keerom, Drs. Celcius Watae, MH, menindaklanjuti permintaan masyarakat adat Yimnawi Gir untuk bertemu membicarakan penyelesaian sengketa tanah perkebunan kelapa sawit PTPN II di Kantor Bupati Keerom.
Pertemuan tersebut dihadiri puluhan warga perwakilan masyarakat adat Yimnawai Gir, Bupati Keerom, Ketua DPRD Keerom dan Wakil Kapolres setempat.
Pada pertemuan tersebut, masyarakat adat Yimnawai Gir kembali menyampaikan tuntutannya yakni pemerintah dan perusahaan PTPN II mengembalikan tanah adat seluas 50.000 hektar yang dirampas untuk bisnis perkebunan kelapa sawit. Pemerintah dan perusahaan juga dituntut membayar denda adat sebesar Rp. 7 triliun atas perampasan dan pemanfaatan tanah selama 35 tahun (terhitung sejak tahun 1982).
Menurut Dominika Tafor, pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan, “Bupati menawarkan uang ganti rugi tanah dari Gubernur Papua sebesar Rp. 1 milyar, namun masyarakat adat menolak karena tidak sesuai dengan tuntutan denda adat”, jelas Dominika.
Bupati meminta masyarakat adat bersabar karena pemerintah sudah membentuk tim penanganan sengketa yang dipimpin oleh Sekda Keerom. Sudah satu tahun Tim dibentuk, tapi belum ada laporan dan aksi nyata untuk menyelesaikan sengketa.
Dewan Adat Keerom dan perwakilan masyarakat adat Yimnawai Gir dalam waktu dekat akan membuat musyawarah bersama masyarakat untuk menyikapi tanggapan pemerintah.
“Kalau tidak ada keseriusan pemerintah maka kami akan melakukan upaya hukum menggugat izin pemerintah yang tidak adil”, kata Dominika.
Ank, Juni 2017