Akumulasi kapital atau menggandakan sumberdaya modal untuk menghasilkan, mengembangkan dan melipatgandakan modal, termasuk kekayaan uang, selalu mengandung tuntutan kontinuitas. Penguasa pemilik modal tidak pernah diam untuk misi ini, selalu harus melakukan reproduksi sumber daya modal yang dikuasai dan dimiliki, tanah dan kekayaan alam lainnya, teknologi, institusi ekonomi, dan sebagainya, digerakkan untuk akumulasi kapital.
Mereka mencari tempat baru untuk menyalurkan dan mengembangkan bisnisnya, melewati batas negara, pulau, hingga ke daerah-daerah pedalaman terisolir, yang masyarakatnya jauh dari jangkauan pemerintahan negara. Mereka menggunakan kuasa negara, pusat maupun daerah, kebijakan peraturan dan narasi kesejahteraan, institusi keuangan dan komunikasi, untuk pengembangan berbagai bisnis dan meraup keuntungan. Mereka menggunakan kekuatan aparatus keamanan negara, kekuatan institusi non negara, pasar dan uang, untuk menghalau, mengkriminalisasi dan menyingkirkan rakyat (Hall.D, Phill dan Li, 2011).
Tanah Papua yang kaya akan sumber daya alam menjadi sasaran perluasan penguasa pemilik kapital untuk bisnis eksploitasi hasil hutan kayu, pertambangan, perkebunan, dan sebagainya. Salah satu bisnis yang berkembang cepat adalah industri perkebunan, hingga saat ini, terdapat 60 perusahaan swasta modal asing dan dalam negeri, yang telah dan akan melakukan usaha perkebunan pada tanah seluas 1.080.196 hektar , lokasinya tersebar di provinsi Papua dan Papua Barat.
Yayasan Pusaka Bentala menemukan masyarakat adat berada di garis depan menjaga hutan dan tanah, dipaksa berhadapan dengan korporasi yang aktif melakukan perluasan kapital dalam investasi sumber daya alam dan kerap mengabaikan hak-hak dasar masyarakat. Gerakan ini berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran dampak dan ancaman kehilangan tanah dan lingkungan, menolak janji-janji yang tidak sesuai dengan yang ditawarkan perusahaan. Kesadaran ini yang menggerakkan masyarakat melakukan aktivitas-aktivitas perlawanan secara damai. Kami mengkategorikan individu atau komunitas ini sebagai pembela hak tanah dan lingkungan
Kehadiran individu atau komunitas ini dinilai mengganggu kepentingan bisnis. Pada tahun 2020 Yayasan Pusaka Bentala Rakyat melakukan pemantauan dan pendampingan kepada Pembela HAM atas Lingkungan yang aktif mempertahankan hak adat, hak atas tanah, hak atas lingkungan di Kabupaten Merauke, Boven Digoel dan Sorong Selatan. Berbagai ancaman kepada Pembela HAM atas lingkungan di Papua dan Papua Barat berhasil di dokumentasikan, melalui keterangan korban dan dokumentasi mandiri komunitas. Ancaman dilakukan berbagai pihak baik oleh aktor negara dan aktor non negara. Dokumentasi yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk sebuah laporan, tujuan dari laporan ini memberikan rekomendasi kepada pemangku kewajiban untuk segera melindungi dan mengakui Pembela HAM atas Lingkungan.
Jakarta, 11 Januari 2020
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat
Silahkan unduh http://pusaka.or.id/assets//2021/02/Buku-Laporan-Ancaman-Kepada-Pembela-HAM-Lingkungan-Papua-Tahun-2020_Revisi-4.pdf
Berkomentar
Akumulasi kapital atau menggandakan sumberdaya modal untuk menghasilkan, mengembangkan dan melipatgandakan modal, termasuk kekayaan uang, selalu mengandung tuntutan kontinuitas. Penguasa pemilik modal tidak pernah diam untuk misi ini, selalu harus melakukan reproduksi sumber daya modal yang dikuasai dan dimiliki, tanah dan kekayaan alam lainnya, teknologi, institusi ekonomi, dan sebagainya, digerakkan untuk akumulasi kapital.
Mereka mencari tempat baru untuk menyalurkan dan mengembangkan bisnisnya, melewati batas negara, pulau, hingga ke daerah-daerah pedalaman terisolir, yang masyarakatnya jauh dari jangkauan pemerintahan negara. Mereka menggunakan kuasa negara, pusat maupun daerah, kebijakan peraturan dan narasi kesejahteraan, institusi keuangan dan komunikasi, untuk pengembangan berbagai bisnis dan meraup keuntungan. Mereka menggunakan kekuatan aparatus keamanan negara, kekuatan institusi non negara, pasar dan uang, untuk menghalau, mengkriminalisasi dan menyingkirkan rakyat (Hall.D, Phill dan Li, 2011).
Tanah Papua yang kaya akan sumber daya alam menjadi sasaran perluasan penguasa pemilik kapital untuk bisnis eksploitasi hasil hutan kayu, pertambangan, perkebunan, dan sebagainya. Salah satu bisnis yang berkembang cepat adalah industri perkebunan, hingga saat ini, terdapat 60 perusahaan swasta modal asing dan dalam negeri, yang telah dan akan melakukan usaha perkebunan pada tanah seluas 1.080.196 hektar , lokasinya tersebar di provinsi Papua dan Papua Barat.
Yayasan Pusaka Bentala menemukan masyarakat adat berada di garis depan menjaga hutan dan tanah, dipaksa berhadapan dengan korporasi yang aktif melakukan perluasan kapital dalam investasi sumber daya alam dan kerap mengabaikan hak-hak dasar masyarakat. Gerakan ini berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran dampak dan ancaman kehilangan tanah dan lingkungan, menolak janji-janji yang tidak sesuai dengan yang ditawarkan perusahaan. Kesadaran ini yang menggerakkan masyarakat melakukan aktivitas-aktivitas perlawanan secara damai. Kami mengkategorikan individu atau komunitas ini sebagai pembela hak tanah dan lingkungan
Kehadiran individu atau komunitas ini dinilai mengganggu kepentingan bisnis. Pada tahun 2020 Yayasan Pusaka Bentala Rakyat melakukan pemantauan dan pendampingan kepada Pembela HAM atas Lingkungan yang aktif mempertahankan hak adat, hak atas tanah, hak atas lingkungan di Kabupaten Merauke, Boven Digoel dan Sorong Selatan. Berbagai ancaman kepada Pembela HAM atas lingkungan di Papua dan Papua Barat berhasil di dokumentasikan, melalui keterangan korban dan dokumentasi mandiri komunitas. Ancaman dilakukan berbagai pihak baik oleh aktor negara dan aktor non negara. Dokumentasi yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk sebuah laporan, tujuan dari laporan ini memberikan rekomendasi kepada pemangku kewajiban untuk segera melindungi dan mengakui Pembela HAM atas Lingkungan.
Jakarta, 11 Januari 2020
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat
Silahkan unduh http://pusaka.or.id/assets//2021/02/Buku-Laporan-Ancaman-Kepada-Pembela-HAM-Lingkungan-Papua-Tahun-2020_Revisi-4.pdf