Logo
  • Beranda
  • Berita
  • Aktifitas
  • Publikasi
    • Siaran Pers
    • Info Grafis
    • Cerita dari Kampung
    • Laporan
  • Galeri
  • Kontak
  • Bahasa Indonesia
  • English
Category:

Press Release

Press Release

Press Release: Masyarakat Sipil Mendukung Langkah Hukum Bupati Sorong untuk Melakukan Kasasi

by Admin Pusaka Maret 30, 2022
written by Admin Pusaka

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi TUN Makassar memutuskan mengabulkan gugatan perusahaan dan menyatakan batal keputusan Bupati terkait pencabutan izin usaha perusahaan kelapa sawit PT Pusaka Agro Lestari (PAL) dan PT Sorong Agrosawitindo (SAS) di Sorong.

“Kami sudah membaca putusan PTTUN Makassar terkait gugatan perusahaan terhadap putusan bupati tentang pencabutan izin. Pertimbangan putusan ini hanya mempersoalkan prosedur pencabutan izin yang diatur dalam peraturan menteri, namun Majelis hakim belum mempertimbangkan sikap masyarakat adat yang menolak izin usaha perusahaan dan hak-hak masyarakat dirampas, serta ancaman hilangnya hutan alam di daerah ini,” ungkap Franky Samperante dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.

Kebijakan Bupati Sorong, Pemerintah Provinsi Papua Barat dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang melakukan evaluasi perusahaan dan hingga pemberian sanksi-sanksi, termasuk pencabutan izin, merupakan bagian dari perbaikan tata kelola pengembangan usaha perkebunan supaya lebih adil, berpihak pada masyarakat dan lingkungan, sebagaimana diamanatkan undang-undang.

Kebijakan ini harus diwujudkan, karenanya pemerintah  diharapkan tidak mendiamkan putusan PTTUN Makasar ini yang akan mencederai kebijakan peraturan dan suara masyarakat adat.

“Organisasi masyarakat sipil mendesak Bupati Sorong untuk mengajukan kasasi atas Putusan PTUN Makassar yang memenangkan gugatan perusahaan kelapa sawit PT Papua Lestari Abadi (PT PLA) dan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS). Pemerintah tidak boleh mundur dalam menghadapi gugatan korporasi, yang diduga melakukan pelanggaran”, minta Sulfianto Alias dari Perkumpulan Panah Papua.

Kajian dan rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Papua Barat bersama Tim Korsup  KPK dan  Bupati dari beberapa kabupaten di Provinsi Papua Barat, membuktikan perusahaan telah melanggar syarat dan ketentuan dalam izin-izin usaha, serta mengabaikan hak-hak masyarakat adat dan mengancam kelestarian lingkungan.

Kemenangan kedua perusahaan bisa menjadi preseden kurang baik dan jika tidak disikapi akan membuat  perusahaan tidak jera dan kejahatan bisnis tidak dapat dikendalikan.

“Kami khawatir putusan ini dihasilkan oleh pemahaman terbatas dan kelalaian hakim dalam pemeriksaan perkara dan membuat putusan yang adil bagi masyarakat adat dan lingkungan alam di Papua”, kata Sulfianto.

Ketua LMA Malamoi, Silas O. Kalami dan Ketua Perkumpulan Mongka Papua, Nerius D. Sai, menambahkan dan menyatakan mendukung tegas Bupati Kabupaten Sorong untuk Kasasi di Mahkamah Agung.

“Pada prinsipnya, Bupati sorong punya hak untuk membela dirinya sebagai Bupati yang dijamin dalam Undang Undang Otsus. Bupati punya kewenangan mengatur perusahaan di wilayah pemerintahannya. Harapannya pemerintah nasional, pemerintah provinsi Papua Barat, para Bupati, KPK, dan berbagai pihak dapat membantu Bupati Sorong karena perkebunan kelapa sawit tidak hanya di Sorong tapi di daerah lain” tuntut Nerius D. Sai.

 

Manokwari, 28 Maret 2022

Koalisi Masyarakat Sipil di Papua Barat:

Sulfianto Alias, Perkumpulan Panah Papua

Nerius D Sai. Perkumpulan Mongka Papua

Silas O. Kalami, LMA Malamoi

Franky Samperante, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat

Kontak Person:

Sulfianto +62 811-5309-289

Maret 30, 2022 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
Press Release

Pernyataan Sikap KNPA: Hentikan Kriminalisasi Pembela HAM

by Admin Pusaka Maret 22, 2022
written by Admin Pusaka
Maret 22, 2022 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
BeritaPress Release

Press Release: Perusahaan Kertas Korea Menjarah Hutan Hujan Terakhir sembari mengklaim operasinya ramah lingkungan

by Admin Pusaka Maret 15, 2022
written by Admin Pusaka

Merauke, Papua, Indonesia (15 Maret, 2022) — Sebuah Investigasi terbaru dikeluarkan hari ini oleh Environmental Paper Network (EPN), Mighty Earth, Pusaka, Solutions for Our Climate (SFOC), Korean Federation for Environmental Movement (KFEM) and Advocates for Public Interest Law (APIL) merincikan perusakan hutan alami di provinsi terpencil tanah Papua, Indonesia. Surga dari keanekaragaman hayati, budaya masyarakat adat, dan tangkapan karbon ini sedang dihancurkan untuk memproduksi serpihan kayu pembuatan kertas yang dicap sebagai produk yang lestari dan beretika kepada konsumen di seluruh dunia.

Moorim Paper, perusahaan Korea Selatan, melalui anak perusahaannya, PT Plasma Nutfah Marind Papua (PT PNMP) telah membabat lebih dari enam ribu hektar hutan antara tahun 2015 dan 2021. Dengan luas 64.000 hektar yang mereka kelola, dan akan lebih banyak hutan yang terancam dibabat di tahun-tahun mendatang.

Di antara tuntutan dari penyelidikan, koalisi menyerukan Moorim agar berkomitmen di publik untuk segera melakukan moratorium terhadap pembukaan hutan lebih lanjut, sambil menunggu analisis menyeluruh nilai-nilai lingkungan dan sosial yang harus dilindungi; mengadopsi dan melaksanakan kebijakan Tanpa Deforestasi Tanpa Pembukaan Gambut, Tanpa Eksploitasi (No Deforestation No Peat No Exploitation – NDPE), termasuk di dalamnya Nilai Konservasi Tinggi – Nilai Stok Karbon Tinggi (HCV-HCSA); dan pemulihan wilayah yang telah dirusak, juga memulihkan hak-hak masyarakat adat yang telah diabaikan. Selain itu, koalisi mendesak Forest Stewardship Council (FSC) untuk melakukan penyelidikan penuh atas masalah ini untuk menjaga integritas sertifikasi FSC.

Hutan hujan Papua adalah surga keanekaragaman hayati yang otentik, rumah bagi ribuan spesies flora dan fauna yang unik di bumi, terutama di daerah tempat perusahaan berada merupakan habitat kanguru pohon dan kasuari, dengan banyak spesies yang masih harus ditemukan dan dikatalogkan, dan yang lain dikategorikan sebagai spesies terancam dalam Daftar Merah IUCN.

Sampai saat ini, hutan alam di provinsi terpencil di Indonesia ini relatif masih utuh. Namun, gelombang perkebunan industri telah mengoyak wilayah tersebut, merusak seluruh ekosistem serta tanah masyarakat adat untuk menghasilkan komoditas di pasar global.

“Kertas dijual secara global sebagai pengganti plastik yang katanya ramah lingkungan, namun ternyata masih berasal dari deforestasi dan melecehkan hak masyarakat adat”, kata Sergio Baffoni dari Environmental Paper Network (EPN). “Kita tidak dapat mengorbankan surga terakhir di planet ini untuk produk yang hanya berakhir di tempat sampah dalam beberapa jam setelah dipakai sekali”.

“Moorim Paper mengiklankan diri sebagai pemimpin industri kertas dan bubur kertas yang berkelanjutan, tetapi pelanggarannya terhadap hak asasi manusia dan perusakan hutan tropis asli di Papua tidak diketahui oleh masyarakat Korea.” kata Soojin Kim dari Solution for Our Climate (SFOC). “Bahwa Moorim mengabaikan peringatan LSM Korea ini dan masih melanjutkan bisnis seperti biasa tanpa menyelesaikan masalah ini dalam tiga tahun terakhir, ini tidak bisa kita terima.”

Hutan-hutan yang dibabat oleh Moorim di Papua adalah milik suku tradisional, yang telah membentuk kehidupan dan budaya mereka. Namun, buldoser perusahaan menghancurkan tempat mencari ikan, berburu, dusun sagu, dan bahkan situs keramat mereka, di mana tanah suku-suku tersebut memiliki nilai-nilai sosial dan spiritual bagi mereka. Moorim telah gagal untuk menghormati hak-hak masyarakat adat dan menerapkan Persetujuan atas Dasar Informasi Awal tanpa Paksaan (Free Prior Informed Consent) untuk setiap kegiatan di tanah mereka.

“Kegagalan perusahaan untuk menghormati hak-hak masyarakat adat menyebabkan kerugian sosial ekonomi, budaya dan lingkungan” kata Franky Samperante, Direktur Eksekutif Yayasan Pusaka Bentala Rakyat. “Masyarakat adat sudah menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan mereka akan pangan dan air yang berkualitas, penghidupan, dan harmoni, di mana semua ini tidak bisa diganti dengan kompensasi yang tidak adil. Pemerintah harus memberikan sanksi atas dugaan pelanggaran terhadap perusahaan”.

Lebih jauh lagi “Laporan ini menunjukkan bagaimana perusahaan seperti Moorim terus mencampakkan hutan hujan terakhir di Indonesia sambil bersembunyi di balik label hijau kehutanan FSC. FSC harus mengambil tindakan cepat terhadap setiap perusahaan yang melanggar standarnya. Jika tidak, maka label FSC hanyalah sebuah greenwash” kata Annisa Rahmawati, Advokat Mighty Earth untuk Indonesia.

“Pemerintah Korea terkait secara langsung dengan dampak lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia yang disebabkan oleh PT PNMP, dengan memberikan pinjaman 9,1 miliar KRW kepada perusahaan induknya, Moorim P&P untuk kegiatan bisnis kehutanannya di luar negeri. Pemerintah harus segera membuka penyelidikan yang transparan dan inklusif tentang kerugian yang ditimbulkan oleh PT PNMP serta meminta Moorim P&P untuk melakukan uji tuntas lingkungan dan hak asasi manusia terhadap PT PNMP termasuk memberikan solusi” pungkas Shin Young Chung dari Advocates for Public Interest Law (APIL).

Waktu kita hampir habis untuk menyelamatkan iklim dan hutan-hutan terakhir di bumi ini, serta orang-orang yang hidupnya bergantung padanya. Sudah waktunya bagi Moorim untuk berhenti bersembunyi di bawah klaim ramah lingkungan. Jika Moorim gagal mengambil langkah-langkah yang diperlukan, maka sudah seharusnya pembeli, pemodal, dan mitra bisnisnya menutup kontrak pasokan, menghentikan dan menangguhkan perjanjian keuangan dan jasa.

Laporan tersedia disini: Mencampakkan Hutan Hujan Terakhir

Narahubung:

  • Sergio Baffoni, Environmental Paper Network, +49 1623812528 (CET), [email protected]
  • Annisa Rahmawati, Mighty Earth, +62 8111097527 (WIB), [email protected]
  • Franky Samperante, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat +62 813172 86019 (WIB), [email protected]
  • Shin Young Chung, Advocates for Public Interest Law (APIL), +82 1041479740 (KST); [email protected]
Maret 15, 2022 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
Press Release

Pernyataan KNPA: Tolak Kebijakan Pemindahan Ibu Kota Negara Baru

by Admin Pusaka Maret 14, 2022
written by Admin Pusaka
Maret 14, 2022 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
BeritaPress Release

Lindungi Hutan dan Masyarakat Adat: Cabut Izin PT Permata Nusa Mandiri

by Admin Pusaka Maret 9, 2022
written by Admin Pusaka

Jayapura, 8 Maret 2022 – “…Kami perempuan adat menyatakan sikap kepada pemerintah untuk segera meninjau kembali semua keputusan yang telah diambil dan diberikan kepada pihak perusahaan PT PNM dan perusahaan manapun yang berada di daerah Grime dan Nawa, wilayah Mamta, ataupun di atas Tanah Papua, untuk dicabut izinnya karena semua perusahaan yang masuk di atas tanah kami tidak membawa keuntungan bagi kami ataupun mengubah sedikit ekonomi kami…”

Pernyataan sikap tersebut dituangkan oleh Rosita Tekcuari, Ketua Organisasi Perempuan Adat Namblong dan perwakilan warga korban, dalam surat pernyataan sikap menolak keberadaan PT Permata Nusa Mandiri (PNM) yang didukung dan ditandatangani 100 perwakilan masyarakat adat Namblong dari lembah Grime dan Nawa, Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, pada 7 Maret 2022.

Baca Surat Pernyataan Masyarakat Adat Grime dan Nawa untuk Penolakan Perusahaan Sawit PT PNM, 07 Maret 2022

PT PNM merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Nimbokrang, Kab. Jayapura. Perusahaan ini tercatat mengantongi sejumlah izin, seperti izin lingkungan (Februari 2014), izin usaha perkebunan (Maret 2014), pelepasan kawasan hutan (Agustus 2014), dan hak guna usaha (HGU) untuk beberapa bagian konsesi mereka (Agustus dan November 2018).

“Izin-izin tersebut terbit tanpa sepengetahuan masyarakat adat,” terang Septer Manufandu, Sekretaris Eksekutif JERAT Papua. Menurut Septer izin-izin tersebut terbit begitu saja, bahkan masyarakat mengetahui keberadaan izin-izin ini setelah perusahaan mulai melakukan kegiatan di lapangan.

Awal Januari 2022 Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengumumkan pencabutan sejumlah izin termasuk izin kebun sawit. Pengumuman ini kemudian diikuti dengan beredarnya Keputusan Menteri LHK No. 1/2022 yang memuat nama PT PNM sebagai salah satu perusahaan yang menerima pencabutan izin pelepasan kawasan hutan.

Bagi masyarakat adat yang telah lama khawatir akan keberadaan PT PNM tentu pengumuman ini memberi harapan besar, apalagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencabut pelepasan kawasan hutan untuk perusahaan tersebut. Namun, faktanya di lapangan menunjukkan hal sebaliknya.

Menurut laporan Mongabay hampir dua tahun tidak ada aktivitas di kamp perusahaan. Beberapa hari setelah pengumuman oleh Presiden, terpantau di lapangan aktivitas pembukaan lahan oleh perusahaan. Analisis citra satelit yang dilakukan Greenpeace dari awal Januari hingga 12 Februari 2022 terpantau 70 hekar hutan sudah gundul di lokasi yang teridentifikasi sebagai konsesi PT PNM. Aktivitas ini mendapat penolakan dari masyarakat adat.

Penolakan Rosita Tekcuari terhadap PT PNM, salah satu perusahaan yang terafiliasi dengan taipan Anthoni Salim,[1] telah berlangsung sejak awal mengetahui kehadiran perusahaan. Pada 2018, Bupati Jayapura sebenarnya telah menetapkan Bukit Isyo Rhempang Muaif sebagai hutan adat masyarakat hukum adat Yawadatum. Lokasi ini mencakup hutan yang masuk dalam konsesi PT PNM.

“Kehadiran perusahaan ini akan mengakibatkan kehilangan mata pencaharian, kehilangan tempat tinggal, dan kehilangan satwa yang biasa hidup bersama mereka seperti cendrawasih,” ungkap Franky Samperante, Direktur Pusaka Bentala Rakyat. Hutan tempat perusahaan tersebut akan beroperasi merupakan hutan tersisa yang menjadi ruang hidup masyarakat adat dari lembah Grime dan Nawa, termasuk bagi Rosita.

Terhadap aktivitas penebangan kayu yang dilakukan perusahaan sejak Januari 2022 tersebut patut diduga dilakukan secara ilegal. “Setelah dicek di laman resmi KLHK, tidak ada pelaporan pembayaran provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi (DR) oleh PT PNM sejak 2019 sampai 7 Maret 2022,” kata Nico Wamafma, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia. PSDH dan DR tersebut merupakan bagian dari PNBP di sektor kehutanan, dan wajib dibayarkan oleh setiap perusahaan yang melakukan aktivitas penebangan kayu.

Mewakili Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Sosial dan Keberlanjutan Lingkungan di Tanah Papua, Franky Samperante meminta perusahaan untuk menghentikan aktivitasnya dan meminta pemerintah untuk mencabut semua rangkaian izin yang dimiliki perusahaan. “Perusahaan mengabaikan hak-hak masyarakat adat, mengancam hutan dan satwa yang ada di lembah Grime dan Nawa” imbuh Franky. Upaya pencabutan ini mestinya bisa dilakukan oleh Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten Jayapura. Apalagi, proses evaluasi izin sudah dijalankan sejak adanya Kebijakan Moratorium Kebun Sawit pada 2018.

“Terhadap aktivitas pembukaan hutan sejak Januari 2022, harus diikuti dengan kegiatan penegakan hukum” tambah Nico.

Kontak:

Septer Manufandu: +62 811-4885-090

Nico Wamafma: +62 821-9758-5110

Franky Samperante: 0813 1728 6019

Catatan media:

[1]  Lihat hal. 131-132 pada laporan Greenpeace International 2021 Stop Baku Tipu.

– Urutan citra satelite pembukaan lahan di areal konsesi PT PNM

Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Sosial dan Keberlanjutan Lingkungan di Tanah Papua:

  • Yayasan Pusaka Bentala Rakyat
  • JERAT Papua
  • WALHI Papua
  • Greenpeace Indonesia
  • Perkumpulan HuMA
  • ICEL
  • Perkumpulan Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat (PPMA) Papua
  • Yayasan Epistema
  • KPKC Sinode GKI di Tanah Papua
  • Perkumpulan Panah Papua
  • LBH Papua
  • Elsam
  • Papuan Voices National
  • Teraju Indonesia
  • JURnal Celebes
  • PADI Indonesia
  • Yayasan Etnika Kosmologi Katulistiwa
  • Kaoem Telapak
  • MNUKWAR Papua
  • Dewan Adat Daerah Yapen
  • Perkumpulan Belantara Papua
  • Jaringan Pemantau Independen Kehutanan
Maret 9, 2022 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
Press Release

Pemerintah Harus Proaktif Menindaklanjuti Hasil Evaluasi dan Putusan Sanksi Pencabutan Izin Usaha

by Admin Pusaka Februari 8, 2022
written by Admin Pusaka

Siaran Pers Yayasan Pusaka Bentala Rakyat

Jakarta, 28 Januari 2022

“Pemerintah Harus Proaktif Menindaklanjuti Hasil Evaluasi dan Putusan Sanksi Pencabutan Izin Usaha dengan Tindakan Konkrit Melarang Aktifitas Perusahaan dan Penegakan Hukum”

Presiden RI, Joko Widodo (06 Januari 2021), menyampaikan bahwa pemerintah terus memperbaiki tata kelola sumberdaya alam agar ada pemerataan, transparansi dan adil, untuk mengoreksi ketimpangan, ketidak adilan dan kerusakan alam. Untuk itu izin-izin pertambangan, kehutanan dan penggunaan lahan negara terus di evaluasi secara menyeluruh.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan Surat Keputusan No. SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 Tanggal 05 Januari 2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan. Berdasarkan Lampiran SK tersebut yang memuat daftar perizinan perusahaan yang dicabut, termasuk di Provinsi Papua sebanyak 26 perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan luas 681.029 ha, dan di Provinsi Papua Barat sebanyak 22 perusahaan dengan luas 382.071 ha.

Menurut Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (Pusaka), kebijakan perbaikan tata kelola sumberdaya alam, evaluasi dan sanksi pencabutan izin usaha perusahaan, harus diikuti dengan tindakan konkrit dan penegakan hukum, untuk pemulihan hak-hak masyarakat dan restorasi lingkungan, yang melibatkan organisasi masyarakat sipil dan dilakukan secara transparan.

Berdasarkan pemantauan Pusaka dan informasi jaringan komunitas, terdapat aktivitas penebangan hutan pada areal perkebunan kelapa sawit PT Permata Nusa Mandiri (PNM) di daerah Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, pada Minggu II Januari 2022, yang diduga untuk pengembangan usaha perkebunan kelapa sawit. Padahal diketahui izin konsesi kehutanan PT PNM yang dikeluarkan tahun 2014, telah dicabut oleh pejabat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2022.

Perusahaan lain yang sudah dicabut izinnya namun masih aktif beroperasi membuka, menebang dan menggusur hutan adalah PT Subur Karunia Raya di Kabupaten Teluk Buntuni, Provinsi Papua Barat, dan perusahaan kelapa sawit PT Rimbun Sawit Papua di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, Kami menerima laporan bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut diduga melakukan pengembangan usaha tanpa Hak Guna Usaha dan diduga lokasi penebangan hutan berada diluar izin usaha perkebunan, yang terjadi menjelang akhir 2021.

Berdasarkan data Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, diketahui pemilikan saham dan kepengurusan perusahaan PT Permata Nusa Mandiri, PT Subur Karunia Raya dan PT Rimbun Sawit Papua, saling berhubungan dengan Indo Gunta Group dan Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) Group, dikenal juga sebagai Salim Group/ Indofood Group.

Group perusahaan ini menguasai dan memiliki 10 perusahaan perkebunan di Tanah Papua dan berada di kawasan hutan dengan luas 266.736 hektar. Perusahaan ini memperoleh izin langsung dari pemerintah, dan atau diakuisisi dari perusahaan lain, tanpa sepengetahuan masyarakat adat setempat dan melanggar persyaratan peraturan. Sejauh ini, tanah dan hutan tersebut belum sepenuhnya diusahakan, berkonflik dan masih ada penolakan masyarakat adat setempat.

“Pemerintah daerah dan nasional seharusnya mengambil langkah-langkah proaktif menindaklanjuti hasil evaluasi dan putusan sanksi pencabutan izin usaha perusahaan, dengan melarang aktivitas perusahaan,  menegakkan hukum dan memberikan sanksi pidana, membayar denda dan kompensasi ganti rugi, untuk masyarakat terdampak dan restorasi lingkungan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan”, jelas Tigor G Hutapea, Staf Divisi Advokasi Pusaka.

Pengabaian dan pembiaran atas pelaksanaan putusan tersebut dapat memicu konflik dan meningkatkan ketegangan antara masyarakat, pemerintah dan perusahaan. Demikian pula, dalam konteks penghormatan HAM dan mencegah terjadinya konflik, perusahaan seharusnya menghormati keputusan pemerintah dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak sendiri.

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat meminta pemerintah tidak lagi memberikan kemudahan perizinan dan memberikan izin baru kepada perusahaan negara dan swasta (dalam negeri dan luar negeri) yang terbukti melakukan aktifitas pengrusakan alam dan melanggar HAM.

Selesai.

Kontak Person:

Tigor G. Hutapea (Pusaka): +62 812-8729-6684

Rosita Tecuari (Perempuan Adat Nimboran): +62 821-1420-0413

 

Februari 8, 2022 0 comment
0 FacebookTwitterEmail

Recent Posts

  • Integritas Investor: Bangun Bumi Papua Proyek
  • Perusahaan Kelapa Sawit Menggusur Hutan di Kabupaten Sorong
  • Surat Pernyataan Bersama Koalisi
  • Kasus Penganiayaan Warga dalam Bisnis Kayu di Jayapura
  • Pemberian Izin Perusahaan Sawit PT PNM Melanggar Ketentuan Adat

Recent Comments

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.
Yayasan Pusaka
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Publikasi
  • Berita
  • Aktifitas
  • Publikasi
  • Galeri
Sosial Media
  • Youtube
  • Twitter
  • Instagram
  • Facebook
Logo