Logo
  • Beranda
  • Berita
  • Aktifitas
  • Publikasi
    • Siaran Pers
    • Info Grafis
    • Cerita dari Kampung
    • Laporan
    • Peraturan
  • Galeri
  • Kontak
  • Bahasa Indonesia
  • English
Category:

Press Release

BeritaPress Release

Organisasi Lingkungan Menjadi Pengungat Intervensi Atas Gugatan Lingkungan yang Dilakukan Masyarakat Adat Papua

by Admin Pusaka Mei 19, 2023
written by Admin Pusaka

Jakarta, 17 Mei 2023. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) hari ini mengajukan gugatan intervensi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura dalam perkara Hendrikus Woro melawan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua, atas terbitnya Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Nomor 82 Tahun 2021 Tanggal 2 November 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan Kapasitas 98 Ton TBS/Jam seluas 36.094,4 hektar oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua.

Kedua organisasi ini memiliki kepentingan di pengadilan untuk membela hak masyarakat adat dan lingkungan hidup di Papua. Pemberiaan izin-izin kepada perusahaan untuk usaha perkebunan kelapa sawit dan mengkonversi kawasan hutan Papua dalam skala luas telah melanggar hak masyarakat adat dan tidak sesuai dengan komitmen pemerintah Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim.

Penerbitan objek gugatan menunjukkan belum adanya rasa keadilan, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi.

Wilayah yang ditetapkan menjadi konsesi PT Indo Asiana Lestari, merupakan Ekosistem Hutan Adat Awyu Woro memiliki peran penting terhadap peradaban masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan.  Keberadaan hutan ini menjadi sumber air bersih bagi masyarakat adat dan masyarakat lokal di dua belas kampung, yaitu kampung Bangun (Yare), Kampung Kowo, Kampung Kowo Dua, Kampung Afu, Kampung Hello, Kampung Kaime, Kampung Memes, Kampung Piyes, Kampung Watemu, Kampung Obinangge, Kampung Uji Kia, Kampung Metto. Hutan dan aliran sungai juga menjadi ruang produksi untuk berburu / memancing ikan, menangkap buaya, dan meramu sumber pangan.

Hal yang paling mendasar adalah secara filosofi dan pandangan masyarakat adat Papua, konsep tanah dan sumber daya alam yang terkandung didalamnya memiliki kedudukan dan posisi yang penting yang mempengaruhi gerak hidup komunitas masyarakat adat. Tanah diyakini sebagai harapan bersama, dan tanah sebagai relasi iman. Konsep ini amatlah penting dan merupakan sebuah landasan kehidupan bagi masyarakat adat Papua. Tanah sebagai harapan bersama. Artinya, tanah bagi masyarakat adat Papua adalah sebuah harta yang abadi dan terakhir. Tanah mengandung nilai-nilai yang transendental yang absolut. Di dalamnya juga terkandung kemuliaan dan keagungan yang  memberi arti, makna, manfaat, ataupun tujuan hidup yang baik dan benar bagi masyarakat adat Papua.

Sementara mengenai konsep tanah sebagai harapan hidup berkaitan erat dengan harapan hidup masyarakat asli Papua. Masyarakat adat  tidak bisa hidup tanpa tanah. Masyarakat adat hidup, bekerja dan tinggal di atas tanah. Tanah menciptakan dan melahirkan orang asli Papua sebagai manusia sejati. Oleh karenanya, tanah juga dianggap sebagai Mama sejati, karena masyarakat adat hidup dan dibesarkan oleh tanah milik mereka.

Pengambilan wilayah adat secara sepihak sama artinya dengan mengambil seluruh kehidupan mereka. Sehingga sudah seharusnya Majelis Hakim dapat membuat keputusan yang memihak kepada masyarakat adat Papua dengan mengabulkan secara keseluruhan apa yang menjadi tuntutan masyarakat.

Dalam persidangan E-Court yang telah berlangsung majelis hakim telah menerima gugatan intervensi kedua organisasi, persidangan akan dilanjutkan dengan agenda jawaban dari Pihak Tergugat  Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua dan pihak Tergugat Intervensi PT Indo Asiana Lestari.

Narahubung :

Uli Arta Siagian (Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional): +62 821-8261-9212

Tigor Hutapea ( Staff Advokasi Yayasan PUSAKA): +62 812-8729-6684

Mei 19, 2023 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
BeritaPress Release

KLHK Segera Buka Informasi dan Partisipasi Publik untuk Akses Sumber Daya Alam yang Berkeadilan

by Admin Pusaka Mei 19, 2023
written by Admin Pusaka
Mei 19, 2023 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
BeritaPress Release

Pejuang Lingkungan Hidup dari Suku Awyu Ajukan Permohonan Intervensi ke PTUN Jakarta

by Admin Pusaka Mei 10, 2023
written by Admin Pusaka
Mei 10, 2023 0 comment
1 FacebookTwitterEmail
BeritaPress Release

Siaran Pers : Dong Penjarakan Tong Pu Suara dan Pikiran

by Admin Pusaka Mei 4, 2023
written by Admin Pusaka

Konstitusi UUD 1945, Pasal 28 E dan Pasal 28 F, secara tersurat dan tersirat menjelaskan hak bebas berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, hak untuk mencari, memperoleh dan menyampaikan informasi.

Praktiknya, penghormatan dan perlindungan atas hak dasar atas kebebasan berekspresi ini seringkali dilanggar, diabaikan dan digembosi oleh penguasa pemerintah dan aparatus keamanan negara. Masyarakat sipil dan aktivis pergerakan sosial yang mengekspresikan dan menyuarakan suara kritis dan aksi damai untuk menyoroti kekuasaan, mengungkap ketidakadilan dan kebenaran, dipaksa diam, disiksa, dan bahkan dipenjarakan, dengan berbagai alasan, diskriminasi dan legitimasi aturan hukum.

Di Tanah Papua, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (PUSAKA) mendokumentasikan peristiwa pelanggaran HAM berbasis pada peristiwa sepanjang tahun 2022 yang kami laporkan dalam publikasi “Dong Penjarakan Tong Pu Suara dan Pikiran”. Kami menemukan 26 kasus yang diduga melanggar hak atas kebebasan berekspresi yang terjadi meluas di berbagai daerah di Papua, Jayapura, Nabire, Merauke, Wamena, Jayawijaya, Manokwari, Kaimana dan Sorong.

Baca Laporan Pemantauan HAM PUSAKA 2022, Final

Aksi protes terhadap kebijakan Otonomi Khusus Papua dan pembentukan Daerah Otonomi Baru, dan menyuarakan ketidakadilan, dihadapi dengan pembubaran, kekerasan, penangkapan dan kriminalisasi, yang melibatkan aparat keamanan negara Polri TNI dengan bertindak represif dan melanggar konstitusi hukum, yakni UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia ; UU Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum ; UU Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia ; Peraturan Kapolri Nomor 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalm Tindakan Kepolisian. Dalam kasus ini terdapat tiga korban meninggal dan 72 orang luka-luka, 361 orang ditangkap sewenang-wenang, 26 orang ditangkap dan menjalani proses hukum, diantaranya 18 orang dikenakan pasal makar dengan ancaman penjara seumur hidup.

“Pelanggaran HAM, hak atas kebebasan berekspresi paling serius dan berulang-ulang terjadi di Papua pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Penggembosan dan pemenjaraan terhadap hak kebebasan berekspresi akan beresiko merampas hak hidup, tidak demokratis, penguasa menjadi paling benar”, jelas Franky Samperante, Direktur Pusaka.

Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi dan memajukan HAM. Presiden Jokowi berkomitmen menyelesaikan pelanggaran HAM dan Dialog Damai. Jauh Panggang Dari Api, praktiknya pelanggaran HAM di Papua masih  terus terjadi. Pendekatan keamanan dan operasi militer dalam penanganan konflik bersenjata saat ini menimbulkan hilangnya hak hidup, hak atas rasa aman damai, hak atas kesejahteraan ekonomi.

Pusaka berpendapat dan meminta pemerintah dan aparat keamanan negara untuk menghormati dan melindungi hak untuk berkumpul dan mengemukakan pendapat secara damai, orang-orang yang menyuarakan hak menentukan nasib sendiri, hak sipil politik, hak sosial ekonomi dan budaya, dan/atau menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan pemerintah nasional di Papua.

Pemerintah segera mengevaluasi kebijakan pendekatan keamanan dan penggunaan taktik brutal TNI Polri dalam penanganan dan pengendalian aksi protes, melakukan penegakan hukum atas dugaan pelanggaran HAM dan memulihkan hak-hak korban; dan melakukan Dialog Damai yang efektif.

Jakarta, 03 Mei 2023

Kontak Person:

Franky Samperante: +62 813 1728 6019

Ambrosius Mulait: +62 812-8580-4545

Mei 4, 2023 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
BeritaPress Release

Memajukan dan Mewujudkan Penghormatan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat Papua

by Admin Pusaka April 13, 2023
written by Admin Pusaka

Negara mengakui bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujud penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua. Pengakuan ini tertuang dalam ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, huruf f.

Negara sebagai pemangku HAM (duty bearer) mempunyai kewajiban untuk menjamin pelaksanaan, pemajuan dan pemenuhan HAM di Tanah Papua dan wilayah lainnya. Negara wajib menghormati (to respect), melindungi (to fulfill) dan memenuhi (to protect) Hak Asasi Manusia, termasuk didalamnya hak-hak masyarakat adat.

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat berpandangan gugatan Hendrikus Woro, Pembela Hak Masyarakat Adat dan Lingkungan Hidup dari masyarakat adat Awyu di Boven Digoel, terhadap kebijakan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua, yang menerbitkan Surat Keputusan Nomor 82 Tahun 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boveb Digoel, Provinsi Papua, merupakan bagian dari menuntut tanggung jawab negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak masyarakat adat.

Terkait dengan pemeriksaan gugatan lingkungan hidup tersebut, dalam perkara Nomor6/G/LH/2023/PTUN.JPR di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat mengajukan permohonan intervensi sebagai pihak ketiga, pada majelis hakim PTUN Jayapura pada Rabu, 12 April 2023, yang didampingi tim kuasa hukum tergabung dalam Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua.

Pemohon Intervensi Yayasan Pusaka Bentala Rakyat untuk memohon menjadi pihak ketiga atau intervensidengan kemauan sendiri untuk mempertahankan atau membela hak dan kepentingannya agar Pemohon Intervensi tidak dirugikan oleh sebuah putusan pengadilan. Pemohon Intervensi adalah organisasi non pemerintah yang memiliki perhatian penuh terhadap Hak Asasi Manusia khususnya yang berkaitan dengan Hak Masyarakat Adat di Papua dan Kelestarian Lingkungan Hidup di Papua.

Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante, mengungkapkan “Permohonan intervensi ini didasarkan misi kepentingan dan tujuan untuk mengupayakan dan memperjuangkan pemenuhan hak-hak dasar rakyat ; hak atas tanah dan kekayaan alam lainnya, hak atas lingkungan hidup ; adanya pengakuan dan perlindungan atas keberadaan dan Hak-hak Masyarakat Adat dan kelompok masyarakat miskin ; Adanya jaminan atas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan”, kata Franky Samperante.

Anggota Kuasa Hukum Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua, Emanuel Gobay, S.H, M.H., menjelaskan, dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidupsebagaimana yang diatur dalam Pasal 92 ayat 2 dan 3 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dimana organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup”, jelas Emanuel Gobay, S.H, M.H, yang juga Direktur LBH Papua.

Permohonan intervensi yang diajukan oleh organisasi lingkungan hidup, telah terdapat berbagai preseden didalam Putusan Perkara Nomor 75 /G.TUN/2003/PTUN-JKT/INTV, 4 (empat) organisasi lingkungan hidup antara lain WALHI, ICEL, APHI, dan PBHI dapat diterima sebagai pihak intervensi dalam perkara reklamasi dan revitalisasi Pantura Jakarta

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat telah mendampingi masyarakat adat Awyu di Kampung Yare, Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, untuk advokasi melindungi, mengamankan dan mengelola hutan adat secara adil dan berkelanjutan, salah satunya mendokumentasikan pengetahuan tenurial dan pemetaan wilayah adat, dan merencanakan upaya pengakuan hak atas tanah dan hutan adat oleh marga-marga setempat. Masyarakat adat Awyu telah menunjukkan kemampuan dan pengetahuan mereka mengelola hutan adat secara berkelanjutan.

Keberadaan objek Gugatan akan melanggar hak hidup dan hak atas lingkungan hidup, bahwa tempat penting  dan sakral dan temuan kenekaragaman bioderversity  terancam hilang akibat keberadaan objek gugatan. Hal ini merugikan kepentingan dari pemohon intervensi yang saat ini bersama-sama penggugat dan masyarakat adat lainnya yang sedang mempersiapkan syarat pengakuan hutan adat guna perlindungan sumber daya dan lingkungan.

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat  mohon agar Majelis Hakim PTUN Jayapura yang memeriksa dan mengadili Perkara ini berkenan untuk memberikan Putusan sebagai berikut: (1) Menerima dan mengabulkan permohonan intervensi yang diajukan oleh Pemohon Intervensi untuk seluruhnya ; (2) Menyatakan secara hukum Pemohon Intervensi merupakan pihak ketiga yang memiliki kepentingan hukum dalam Perkara Nomor6/G/LH/2023/PTUN.JPR di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura ; (3) Menerima Pemohon Intervensi sebagai pihak Penggugat Intervensi di dalam Perkara Nomor 6/G/LH/2023/PTUN.JPR di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.

Jayapura, 13 April 2023

Kontak Person:

Franky Samperante, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat: +62 813 1728 6019

Tim Hukum Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua

Emanuel Gobay, S.H., M.H.: +62 821-9950-7613

Tigor G Hutapea, S.H.: +62 812-8729-6684

April 13, 2023 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
BeritaPress Release

Siaran Pers: Mendesak Pemerintah Menyegerakan Penegakan Hukum Mencabut Izin Konsesi di Kawasan Hutan

by Admin Pusaka Maret 21, 2023
written by Admin Pusaka
Maret 21, 2023 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
Press Release

Press Release Gerakan Pemuda Papua Selatan Peduli Tanah Adat

by Admin Pusaka Maret 17, 2023
written by Admin Pusaka
Maret 17, 2023 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
BeritaPress Release

Siaran Pers: Pejuang Lingkungan Hidup dari Suku Awyu Ajukan Gugatan Perubahan Iklim ke PTUN Jayapura

by Admin Pusaka Maret 13, 2023
written by Admin Pusaka
Maret 13, 2023 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
Press Release

Siaran Pers Koalisi CSO Mengecam Upaya Pembubaran Paksa Diskusi Batang Toru dan Orangutan Tapanuli

by Admin Pusaka Maret 10, 2023
written by Admin Pusaka
Maret 10, 2023 0 comment
1 FacebookTwitterEmail
BeritaPress Release

Siaran Pers: Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Harus Hentikan Kriminalisasi Terhadap Pembela HAM

by Admin Pusaka Maret 7, 2023
written by Admin Pusaka

Demi Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Harus Hentikan Kriminalisasi Terhadap Pembela HAM Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar Atas Kritiknya Terhadap Pejabat Publik. Tuntutan ini disampaikan dalam Siaran Pers oleh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi.

Kasus kriminalisasi Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar terkait kritiknya terhadap pejabat publik kian tampak dipaksakan. Proses hukum yang memakan waktu sekitar 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan memberi kesan keragu-raguan yang nyata dari kepolisian dan kejaksaan dalam melihat ada tidaknya unsur perbuatan pidana dalam perkara ini. Baru pada Senin 6 Maret 2023, proses hukum terhadap keduanya memasuki tahap penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap 2) dari Polda Metro Jaya kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Kami menilai, Penyidik dari Polda Metro Jaya dan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah keliru dalam kasus ini. Tindakan Fatia dan Haris tidak dapat dipidanakan karena masih tergolong kritik yang sah terhadap pejabat publik, sekaligus bentuk partisipasi publik dalam rangka pengawasan pemerintahan. Hal ini diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 dan Pasal 44 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Seharusnya kasus ini tidak berlanjut andai saja Kepolisian dan Kejaksaan tunduk serta taat pada Surat Keputusan Bersama Nomor 229 tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi UU ITE yang telah secara jelas dan tegas menyatakan bahwa bukan sebuah delik pidana apabila berbentuk penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.

Surat keterangan Komnas HAM nomor 588/K-PMT/VII/2022 pada Juli 2022 menyatakan Fatia dan Haris merupakan pembela HAM. Apabila dihubungkan dengan kritik keduanya yang terkait lingkungan di Papua maka keduanya dilindungi oleh Pasal 66 tentang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”

Selain itu, Bab VI Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan apabila tindakan yang dilakukan menjadi bagian dari memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat maka penuntut umum harus menutup perkara tersebut demi hukum dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).

Oleh karena itu kami mendesak kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk menghentikan perkara ini demi hukum. Jika tidak, maka kondisi ini semakin menunjukan aparat penegak hukum turut menjadi aktor dalam menyempitnya ruang kebebasan.

Kebebasan berekspresi dan berpendapat atau sikap kritis rakyat terhadap pejabat publik tidak boleh dibungkam aparat penegak hukum melalui penerapan pasal-pasal karet.

Jakarta, 6 Maret 2023

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, LBH Jakarta, Amnesty International Indonesia, KontraS, LBH PP Muhammadiyah, ICJR, TATAK, LBH Sulteng, YLBH Sisar Matiti Manokwari, Lokataru Foundation, PAHAM Papua, PBHI, PUSAKA, PAKU ITE, IM57+ Institute, Trend Asia, AJI, LBH Pers, WALHI, LBH Masyarakat, Asian Human Rights Commission/AHRC, KIKA dan AJAR.

Maret 7, 2023 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
Newer Posts
Older Posts

Recent Posts

  • Organisasi Lingkungan Menjadi Pengungat Intervensi Atas Gugatan Lingkungan yang Dilakukan Masyarakat Adat Papua
  • KLHK Segera Buka Informasi dan Partisipasi Publik untuk Akses Sumber Daya Alam yang Berkeadilan
  • Pejuang Lingkungan Hidup dari Suku Awyu Ajukan Permohonan Intervensi ke PTUN Jakarta
  • Dong Penjarakan Tong Pu Suara dan Pikiran
  • Siaran Pers : Dong Penjarakan Tong Pu Suara dan Pikiran

Recent Comments

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.
Yayasan Pusaka
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Publikasi
  • Berita
  • Aktifitas
  • Publikasi
  • Galeri
Sosial Media
  • Youtube
  • Twitter
  • Instagram
  • Facebook
Logo