Melawan Proyek Brutal PSN Merauke

Pada 10 November 2023, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, menerbitkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Perubahan Keempat atas Permenko Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), yang merevisi dan menambahkan daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua yakni Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke di Provinsi Papua Selatan. Permenko 8/2023 ini sekaligus menjustifikasi minat pemerintah menetapkan proyek lumbung pangan terintegrasi (food estate) berlokasi di Merauke, Provinsi Papua Selatan. 

Pemerintah nasional dan daerah berencana menjadikan Merauke sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK Merauke ini difokuskan pada produksi padi dan tebu dengan luas lahan mencapai 2 (dua) juta hektar. Presiden Jokowi juga menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel) pada Juni 2023 sebagai karpet merah bagi industri gula dan bioetanol sebagai bahan bakar nabati di Tanah Papua seluas 700.000 hektar.

PSN Merauke mendalilkan proyek tersebut untuk mewujudkan dan menjamin ketahanan pangan nasional, ketahanan energi dan pelaksanaan energi bersih. Presiden Joko Widodo menyampaikan “menjadikan Indonesia lumbung pangannya di Merauke”. Dalil ini serupa dengan proyek pengembangan dan energi secara terpadu disebut MIFEE (Merauke integrated Food and Energi Estate) yang diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2010. Proyek MIFEE dibingkai dengan tujuan mulia dan populis yakni peningkatan kesejahteraan rakyat, ketahanan pangan dan menjadi solusi bagi krisis pangan dan energi dunia.

Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) merekomendasikan pencadangan areal proyek MIFEE seluas 1.282.833 hektar, luasnya lebih dari  25 persen luas wilayah administrasi Kabupaten Merauke seluas 4.507.100 hektar. Sebagian besar areal proyek MIFEE berada di Kawasan Hutan Produksi dapat Dikonversi seluas 1.128.042,7 ha dan sisanya Areal Penggunaan Lain 154.790,3 ha. Dalam proyek MIFEE, otoritas pemerintah daerah dan nasional mempunyai peran kunci mengatur dan menentukan pemberian izin pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan kekayaan alam lainnya. Aktor negara dan non berperan sebagai perantara (broker) untuk menghasilkan kesepakatan lahan dan memfasilitasi kepentingan pemodal menemukan dan memperluas ruang baru beroperasi yang mengorbankan orang kampung.

Praktiknya, proyek MIFEE menyimpang dari tujuan dan sebaliknya menimbulkan kecemasan, kepahitan, petaka sosial ekonomi, deforestasi dan bencana ekologi, yang masih dirasakan hingga hari ini. Proyek MIFEE rakus tanah mengakibatkan ketimpangan penguasaan tanah, segelintir orang dan/atau badan usaha sebanyak 38 perusahaan dengan berbagai usaha komoditi menguasai lahan skala luas 1.588.651 hektar. Masyarakat adat kehilangan hutan dan kesulitan pangan layak, terjadi perubahan pola pangan yang mengakibatkan gizi buruk dan korban meninggal, utamanya dialami Orang Asli Papua sebagai penonton fenceline communities, yang bertahan di sekitar zona ekstraktif. Mereka terpapar berbagai permasalahan ekonomi, kesulitan mata pencaharian, buruh harian dengan upah tidak layak dan bencana ekologi, kekeringan dan banjir, yang terjadi setiap tahun. 

Proyek Brutal

Awal April 2024, Bupati Merauke, Romanus Mbaraka, bertemu Wakil Meteri Pertahanan RI, Letnan Jenderal TNI (Purn) Muhammad Herindra, di Kantor Kemenhan di Jakarta, untuk membicarakan pengembangan lahan dan proyek food estate di Merauke. Salah satu tindak lanjut pertemuan pejabat tinggi ini adalah Rapat Koordinasi (Rakor) Menteri Pertanian dan Wakil Menteri Pertahanan dalam rangka mendukung program Food Estate di Kabupaten Merauke, Provinsi  Papua Selatan, bertempat di Kantor Bupati Kabupaten Merauke pada 17 April 2024, dan menghadiri panen raya di Distrik Semangga. 

Rakor bertajuk “Menuju Lumbung Pangan Dunia Basis Negara Super Power,” dihadiri petinggi militer Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Izak Pangemanan, Komandan Korem 174/ATW, Brigjen TNI Agus Widodo, S.I.P., M.Si., Bupati Merauke, Drs. Romanus Mbaraka, Anggota DPR RI, H. Sulaeman L. Hamzah, M.T., Ketua FKUB Merauke, Pastor Yohanes J. Kandam Projo, dan sebagainya. Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Izak Pangemanan, menegaskan TNI akan mendukung penuh program pemerintah dalam upaya peningkatan produksi pangan. 

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, saat melakukan kunjungan kerja ke Kampung Ngguti Bob, Distrik Tanah Miring, Merauke, (20/5/2024), mengatakan “Pengendalian pembukaan lahan sejuta hektar dibawah kendali Pangdam XVII/Cenderawasih. Hal ini agar tidak terjadi dualisme komando yang akan merusak sistem dan agar mimpi kita tercapai”.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo  menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, pada 19 April 2024. Satgas ini dibuat dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan investasi perkebunan tebu dengan industri gula, bioethanol dan pembangkit listrik biomassa, yang memerlukan fasilitasi, koordinasi dan perizinan berusaha bagi pelaku usaha. Satgas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke  ini dipimpin Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, dengan wakil ketua dijabat oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN. Selain itu anggota Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Badan Usaha Milik Negara dan Kepala Balai Karantina Indonesia.

Menteri Pertanian, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Menteri Pertahanan, merupakan aktor utama proyek PSN Merauke yang didukung Kementerian dan Lembaga Negara lainnya, serta pemerintah daerah dan organisasi perangkat daerah. Sedangkan pengembang proyek PSN Merauke untuk pengembangan perkebunan tebu dan bioethanol yakni perusahaan swasta terdiri dari 9 (sembilan) perusahaan tergabung dalam Global Papua Abadi (GPA) Group, yang penerima manfaatnya adalah Fangiono (pemilik dan pengendali First Resources Group) dan Martua Sitorus (pemilik dan pengendali Wilmar Group). Keduanya penguasa industri minyak kelapa sawit dunia.  

Proyek PSN Merauke untuk pengembangan infrastruktur, pembangunan jalan akses  dan program food estate percetakan sawah 1 (satu) juta hektar adalah perusahaan dibawah Jhonlin Group, yang pemilik dan pengendali perusahaan Haji Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam. Pengusaha kaya yang terkenal dijuluki Crazy Rich asal Kalimantan Selatan dan mempunyai kedekatan dengan Jokowi. 

Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional, Pasal 10 dan 11, bahwa menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan mengidentifikasi kebutuhan studi lingkungan hidup dan penggunaan kawasan hutan yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan proyek. 

Faktanya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun pemerintah daerah, maupun pengembang proyek, belum menunjukkan dokumen studi seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis dari proyek PSN Merauke, yang seharusnya dilakukan sejak awal sebelum proyek beroperasi. Demikian pula belum ada dan/atau ditutupnya informasi data identifikasi perizinan berusaha dan non-perizinan, rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dari pihak kementerian dan lembaga terkait. Artinya proyek PSN Merauke berlangsung dengan mengabaikan ketentuan hukum negara dan berjalan hanya berdasarkan kesepakatan penguasa pengendali otoritas negara. 

Di lapangan, Presiden Joko Widodo mengunjungi dan melakukan penanaman tebu perdana oleh presiden di lokasi perusahaan PT Global Papua Abadi, salah satu perusahaan GPA Group, di Kampung Sermayam, Distrik Tanah Miring, dan lokasi proyek optimalisasi lahan di Kampung Telaga Sari, Distrik Kurik, Kabupaten Merauke (23/7/2024), Sejak Mei 2024, kawasan hutan setempat sudah digusur dan dibabat untuk perkebunan tebu hingga ratusan hektar, yang akan terus meluas. Pada bagian lain sudah ditanam dan dijadikan kebun tebu katanya untuk percontohan. 

 

Di Kampung Wogekel, Distrik Ilwayab, Haji Isam dikawal Wakil Menteri Pertahanan, Letnan Jenderal TNI (Purn) Muhammad Herindra, M.A., M.Sc., bersama petinggi militer setempat dan pejabat daerah, mengawal kedatangan dan pendaratan alat berat excavator yang kini berjumlah ratusan dan kendaraan lainnya. Sudah sejak Juni 2024, kapal pesiar J7Explorer milik Haji Isam dan berlogo Kemenhan RI, berlabuh di perairan Wanam. Pesawat helikopter berwarna kuning milik Haji Isam terbang di udara Ilwayab hingga ke daerah Muting. Masyarakat khawatir dan curiga atas kedatangan alat berat dan aktivitas helicopter, tanpa ada kejelasan informasi dan sosialisasi tujuan, beroperasi tanpa restu kesepakatan masyarakat adat pemilik tanah, sebagaimana kebiasaan dan hukum adat setempat.

Masyarakat kampung terdampak proyek perkebunan tebu dan bioethanol di Distrik Tanah Miring, Jagebob, Animha, Eligobel, dan sebagainya, seringkali didatangi operator perusahaan tebu PT Global Papua Abadi dan PT Murni Nusantara Mandiri, yang melibatkan oknum anggota militer maupun broker, merayu dengan berbagai ilusi perubahan, manipulasi dan menawarkan janji kesejahteraan, fasilitas maupun uang, disertai tekanan oral dan ekspresi miring intimidatif, agar supaya marga pemilik tanah melepaskan hak atas tanah dan hutan adat. Elite lokal seolah-olah mewakili masyarakat bertindak sebagai perantara, memaklumi dan menyepakati semua rencana dan operasi perusahaan. 

Perundingan menyangkut proyek, science teknologi, manajemen modern dan kajian lingkungan dengan teks yang rumit dan tebal, disertai permintaan dukungan dan penyerahan tanah dan hutan adat dilakukan di kantor pemerintah dan militer, sehingga memungkinkan peserta tidak dapat berpartisipasi secara bermakna, termasuk menyatakan secara bebas untuk menolak rencana perusahaan dan menolak pelepasan hak atas tanah. 

Kehadiran dan proposal proyek ekonomi modern negara dan swasta masih sangat jauh dan berjarak dari imajinasi, sistem nilai dan pengetahuan cara hidup masyarakat adat yang dipraktikkan dan diwariskan secara turun temurun. Penduduk asli di Merauke, Suku Marind, mempunyai kepercayaan dan konsep Dema (Sobari, 2015) bahwa tanah, hutan dan lingkungan alam dengan segala isinya, termasuk benda mati, sebagai sesuatu yang terdiri dari bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan Marind. Kebudayaan Marind mengajarkan agar hidup serasi dengan lingkungan alam dan menjaganya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karenanya ada tradisi ajaran moral dan kepercayaan batasan tidak boleh menebang pohon seenaknya, berburu binatang secara berlebihan, memindahkan batu besar di tempat tertentu. 

Konstitusi dan sejumlah peraturan perundang-undangan negara mewajibkan perlindungan pengetahuan budaya, kepercayaan dan praktik terbaik perlindungan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan. Namun kendaraan perusahaan tebu GPA Group dan operator proyek pengembangan infrastruktur pangan Jhonlin Group di Wanam, yang dikawal aparat militer bersenjata, merobohkan, menggusur dan merusak hutan alam, rawa dan lahan masyarakat, tanpa peduli dengan larangan adat, suara dan alasan penolakan masyarakat adat setempat. 

“Dalam benak saya hanya terlintas, bagaimana gagasan presiden terpilih Bapak Prabowo Subianto bisa tercapai. Bagaimanapun caranya satu juta hektar dapat terealisasi dan berhasil dalam tiga tahun, tanpa berpikir untung rugi. Ini adalah tugas negara yang diberikan kepada saya,” kata Haji Isam dikutip dari media www.indonesiadefense.com

Atas nama presiden dan negara halal untuk melanggar hukum dan hak hidup rakyat. Pemerintah perancang dan perencana proyek maupun perusahaan pengembang proyek dalam melaksanakan proyek dilakukan dengan mengabaikan dan tanpa menghormati keberadaan dan hak-hak masyarakat adat, melanggar ketentuan PSN dan prinsip pembangunan berkelanjutan. Proyek PSN brutal merampas tanah adat dan sumber penghidupan masyarakat adat untuk kepentingan penggandaan modal dan keuntungan orang dan/atau badan usaha tertentu. Minimnya dan/atau kesengajaan menggembosi kontrol pengawasan dan kritik para pihak terhadap proyek ini sehingga memungkinkan terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian negara dan menimbulkan guncangan sosial ekonomi.

 

Protes Masyarakat Adat

Dusun Payum, Merauke, 10 Agustus 2024, puluhan pimpinan masyarakat adat dari berbagai kampung, anggota MRP Provinsi Papua Selatan, tokoh agama, aktivis sosial, pemuda dan mahasiswa, berkumpul dan mendiskusikan kebrutalan proyek PSN Merauke yang sedang berlangsung dan mengancam orang kampung. Akhirnya semua peserta pertemuan sepakat menolak rencana dan investasi skala luas di wilayah adat Malind Anim dari Kondo sampai Digul, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan. Alasannya investasi skala luas yang sedang berlangsung telah mengancam dan merusak nilai-nilai, norma-norma, identitas budaya, bahasa dan sejarah, menghilangkan tanah dan hutan adat, sumber penghidupan Masyarakat Adat Anim dari Kondo sampai Digul.

Protes masyarakat adat terhadap proyek PSN Merauke, pengembangan perkebunan tebu dan bioethanol maupun cetak sawah baru, terjadi meluas hingga lokasi proyek. Masyarakat adat Yei di Kampung Kweel, Distrik Eligobel, menggelar ritual budaya dan menyampaikan pernyataan sikap secara terbuka menolak investasi yang merusak hutan dan sumber penghidupan masyarakat. 

“Kami bisa hidup tanpa sawit dan tebu tapi tidak bisa hidup tanpa tanah dan hutan”, kata Eugenius Beljai, Ketua Adat Kampung Kweel. Eugenius turut hadir dalam pertemuan solidaritas di Dusun Payum dan menandatangani surat penolakan.

Di Pulau Kimaam, Kampung Turiram dan Webu, Distrik Kimaam, pemimpin masyarakat adat, tokoh agama, perempuan, pemuda dan mahasiswa, menyampaikan pernyataan sikap bersama menolak dengan tegas rencana dan kehadiran perusahaan yang akan berinvestasi di wilayah adat Khimaima, Pulau Kimaam (14/8/2024). Mereka membawa dan memegang poster bertuliskan yakni Tanah Adat milik masyarakat bukan milik perusahaan.

Masyarakat adat Marind di Kampung Wambi, Distrik Okaba, masyarakat adat Maklew di Kampung Dodalim, Woboyu dan Wamal, Distrik Tubang, Kampung Bibikem, Uli-uli, Wanam, Wogekel, Distrik Ilwayab, masing-masing mengekspresikan dan menyatakan sikap melalui ritual adat dan pernyataan menolak investasi dan perusahaan beroperasi di wilayah adat mereka. Pernyataan masyarakat disuarakan dan disampaikan secara bersama-sama dihadapan dan disaksikan pemimpin adat dan warga kampung.  Mereka juga menggunakan potongan papan, spanduk dan poster, bertuliskan pesan dan tuntutan antara lain: Masyarakat Wambi menolak perusahaan apapun ; Kami masyarakat marind dengan tegas menolak perusahaan tebu dan sawit di bumi Anim Ha ;  Kami masyarakat adat Marind Maklew di Kampung Uliuli menyerukan untuk segera dilakukan evaluasi perusahaan yang beroperasi, sebab yang kami dapat dari investasi hanya janji belaka dan warisan yang kami dapat hanya kemelaratan.  

“Bapak mentri, bapak presiden tunggu kami sekolah dolo, baru nanti bapak bawa datang perusahaan, kalo bisa bapak dorang bangun sekolah dolo, supaya kita jangan jadi penonton di atas negeri kami sendiri”, kata warga Uliuli yang membaca tuntutannya.

Kamis pagi (22 Agustus 2024), Huber Kaize dan beberapa tokoh pemuda Kampung Domande, Distrik Malind, Merauke, mengendarai motor menyusur pesisir pantai menuju Kota Merauke sejauh 70 kilometer. Huber bergabung dengan ratusan massa aksi yang sudah berkumpul dan melakukan orasi di Lingkaran Brawijaya (Libra), Kota Merauke. Tahun 2011, perusahaan perkebunan tebu PT Cenderawasih Jaya Mandiri beroperasi menggunduli hutan dan menerobos rawa dan tempat penting masyarakat adat Malind di Kampung Domande. Huber dan warga menjadi korban dan telah merasakan dampak PT CJM. Aksi protes penolakan proyek food estate PSN Merauke menyuarakan dan menuntut agar pemerintah mengevaluasi dan menghentikan perusahaan yang beroperasi di Merauke.

Ketua Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Selatan (MRP PPS), Damianus Katayu, bersama anggota, menerima ratusan massa aksi di depan Kantor MRP PPS, jalan Mandala, Kota Merauke. Warga dengan menggunakan pakaian tradisi suku Marind dengan wajah dan badan dilumuri lumpur berwarna putih, membawa properti perangkat adat seperti wat, bulalo dan kupa, serta tanaman adat, untuk melakukan ritual adat membuat sasi larangan pengrusakan tanah dan hutan adat, rawa, kali dan segala isinya, di wilayah adat mulai dari Kondo sampai Digul. 

Warga adat melumuri wajah dan badan Ketua MRP PPS dan anggotanya, serta memohon kepada MRP PPS untuk bersolidaritas memperjuangkan dan melindungi tanah, hutan adat dan lingkungan alam, sumber hidup masyarakat adat. Koordinator Forum Masyarakat Malind Anim dari Kondo sampai Digul, Simon Balagaize, menjelaskan prosesi ritual adat, bahwa wajah dan badan yang berlumuran lumpur putih pertanda duka masyarakat atas kehilangan tanah dan sumber kehidupan, maupun kematian yang dialami warga terdampak. Sedangkan kupa yang dipegang polisi adat sebagai pertanda adat yang mewajibkan pihak penerima mandat dan permohonan masyarakat yakni MRP PPS untuk mematuhi dan menjalankan tuntutan masyarakat.

Surat Tuntutan Forum Masyarakat Malind Anim dari Kondo sampai Digul baca disini: Surat Forum tentang Tuntutan Masyarakat Melind Anim dari kondo Sampai Digul, 22082024

 

ANK, Agustus 2024

 

You may also like

Leave a Comment

* By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy