Negara mengakui bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujud penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua. Pengakuan ini tertuang dalam ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, huruf f.
Negara sebagai pemangku HAM (duty bearer) mempunyai kewajiban untuk menjamin pelaksanaan, pemajuan dan pemenuhan HAM di Tanah Papua dan wilayah lainnya. Negara wajib menghormati (to respect), melindungi (to fulfill) dan memenuhi (to protect) Hak Asasi Manusia, termasuk didalamnya hak-hak masyarakat adat.
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat berpandangan gugatan Hendrikus Woro, Pembela Hak Masyarakat Adat dan Lingkungan Hidup dari masyarakat adat Awyu di Boven Digoel, terhadap kebijakan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua, yang menerbitkan Surat Keputusan Nomor 82 Tahun 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boveb Digoel, Provinsi Papua, merupakan bagian dari menuntut tanggung jawab negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak masyarakat adat.
Terkait dengan pemeriksaan gugatan lingkungan hidup tersebut, dalam perkara Nomor6/G/LH/2023/PTUN.JPR di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat mengajukan permohonan intervensi sebagai pihak ketiga, pada majelis hakim PTUN Jayapura pada Rabu, 12 April 2023, yang didampingi tim kuasa hukum tergabung dalam Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua.
Pemohon Intervensi Yayasan Pusaka Bentala Rakyat untuk memohon menjadi pihak ketiga atau intervensidengan kemauan sendiri untuk mempertahankan atau membela hak dan kepentingannya agar Pemohon Intervensi tidak dirugikan oleh sebuah putusan pengadilan. Pemohon Intervensi adalah organisasi non pemerintah yang memiliki perhatian penuh terhadap Hak Asasi Manusia khususnya yang berkaitan dengan Hak Masyarakat Adat di Papua dan Kelestarian Lingkungan Hidup di Papua.
Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante, mengungkapkan “Permohonan intervensi ini didasarkan misi kepentingan dan tujuan untuk mengupayakan dan memperjuangkan pemenuhan hak-hak dasar rakyat ; hak atas tanah dan kekayaan alam lainnya, hak atas lingkungan hidup ; adanya pengakuan dan perlindungan atas keberadaan dan Hak-hak Masyarakat Adat dan kelompok masyarakat miskin ; Adanya jaminan atas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan”, kata Franky Samperante.
Anggota Kuasa Hukum Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua, Emanuel Gobay, S.H, M.H., menjelaskan, dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidupsebagaimana yang diatur dalam Pasal 92 ayat 2 dan 3 UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dimana organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup”, jelas Emanuel Gobay, S.H, M.H, yang juga Direktur LBH Papua.
Permohonan intervensi yang diajukan oleh organisasi lingkungan hidup, telah terdapat berbagai preseden didalam Putusan Perkara Nomor 75 /G.TUN/2003/PTUN-JKT/INTV, 4 (empat) organisasi lingkungan hidup antara lain WALHI, ICEL, APHI, dan PBHI dapat diterima sebagai pihak intervensi dalam perkara reklamasi dan revitalisasi Pantura Jakarta
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat telah mendampingi masyarakat adat Awyu di Kampung Yare, Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, untuk advokasi melindungi, mengamankan dan mengelola hutan adat secara adil dan berkelanjutan, salah satunya mendokumentasikan pengetahuan tenurial dan pemetaan wilayah adat, dan merencanakan upaya pengakuan hak atas tanah dan hutan adat oleh marga-marga setempat. Masyarakat adat Awyu telah menunjukkan kemampuan dan pengetahuan mereka mengelola hutan adat secara berkelanjutan.
Keberadaan objek Gugatan akan melanggar hak hidup dan hak atas lingkungan hidup, bahwa tempat penting dan sakral dan temuan kenekaragaman bioderversity terancam hilang akibat keberadaan objek gugatan. Hal ini merugikan kepentingan dari pemohon intervensi yang saat ini bersama-sama penggugat dan masyarakat adat lainnya yang sedang mempersiapkan syarat pengakuan hutan adat guna perlindungan sumber daya dan lingkungan.
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat mohon agar Majelis Hakim PTUN Jayapura yang memeriksa dan mengadili Perkara ini berkenan untuk memberikan Putusan sebagai berikut: (1) Menerima dan mengabulkan permohonan intervensi yang diajukan oleh Pemohon Intervensi untuk seluruhnya ; (2) Menyatakan secara hukum Pemohon Intervensi merupakan pihak ketiga yang memiliki kepentingan hukum dalam Perkara Nomor6/G/LH/2023/PTUN.JPR di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura ; (3) Menerima Pemohon Intervensi sebagai pihak Penggugat Intervensi di dalam Perkara Nomor 6/G/LH/2023/PTUN.JPR di Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.
Jayapura, 13 April 2023
Kontak Person:
Franky Samperante, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat: +62 813 1728 6019
Tim Hukum Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua
Emanuel Gobay, S.H., M.H.: +62 821-9950-7613
Tigor G Hutapea, S.H.: +62 812-8729-6684