#amicuscuriae
Majelis Hukum Mahkamah Agung Harus Membuat Keputusan yang Adil Berpihak pada Masyarakat Adat dan Keberlanjutan Lingkungan Hidup
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar mengabulkan permohonan banding perusahaan kelapa sawit PT Anugerah Sakti Internusa (ASI) dan PT Persada Utama Agro Mulia (PT PUA) pada Agustus 2022, dan menyatakan batal Keputusan Bupati Sorong Selatan, yang mencabut Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan dua perusahaan ini. Demikian pula, Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Kasasi Bupati Sorong atas perkara gugatan perusahaan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) dan PT Papua Lestari Abadi (PLA), pada Agustus 2022.
Pada putusan lain, Majelis Hakim MA mengabulkan permohonan kasasi Bupati Sorong dalam perkara gugatan perusahaan PT Inti Kebun Lestari (IKL). Dalam putusan Hakim MA, hakim menyatakan bahwa PT TUN Makassar telah keliru dan salah dalam menerapkan hukum. Hakim MA membatalkan Putusan PT TUN Makassar.
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat memfasilitasi diskusi akademis-kritis untuk mengkaji dan memeriksa putusan PT TUN dan Kasasi antara Bupati Sorong dan Sorong Selatan melawan perusahaan perkebunan sawit, yang dilakukan di Jakarta pada 15 – 16 November 2022. Pertemuan ini mengundang peserta masyarakat adat terdampak dari Sorong dan Sorong Selatan, perwakilan LMA Malamoi Sorong, AMAN Sorong Raya, Relawan Tolak Sawit Sorong Selatan, perwakilan pemerintah daerah Kabupaten Sorong dan Sorong Selatan, Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil, Pendamping Hukum Bupati Sorong dan Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Brawijaya, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum.
Kabag Hukum Kabupaten Sorong, Demianus Aru, menyampaikan putusan pencabutan izin perusahaan perkebunan sawit berkaitan dengan pelanggaran administrasi pemerintah secara substansi dan prosedural,namun dalil dan Putusan PTTUN dan MA tidak memperhatikan dasar alasan putusan yang menjadi fokus pemerintah dalam pencabutan izin, yang mana dinilai perusahaan telah melanggar dan belum memenuhisyarat ketentuan substansi dan prosedural.
Terkait putusan banding PT PLA di Sorong, menurut ahli Dr. Aan Eko Widiarto, bahwa argumen hukum hakim nampak condong hanya mempertimbangkan aspek formal-administratif semata tanpa melihat fakta dan signifikansi ancaman dampak sosial dan lingkungan, yang cukup baik jadi pertimbangkan hakim dalam Putusan TUN Jayapura.
“Terkait Putusan Kasasi tentang pelanggaran asas pemberian kesempatan yang layak, asas ini belum ditemukan dalam literatur hukum. Seharusnya hakim menerapkan asas kepentingan umum, mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum, dalam pertimbangan putusan”, jelas Aan Eko Widiarto.
Proses persidangan di PT TUN dan Kasasi di Mahkamah Agung juga dilakukan secara tertutup, sehingga ada keterbatasan dalam memantau dan mengetahui proses musyawarah hakim. Hal ini mempengaruhi opini masyarakat yang mempertanyakan situasi persidangan dan putusan pertimbangan yang digunakan hakim
“Harus ada perubahan dalam sistem peradilan untuk dapat dilakukan secara terbuka dan dapat dipantau masyarakat”, jelas Nur Amalia, selaku penasehat hukum Pemerintah Kabupaten Sorong.
Dalam Surat Pernyataan Bersama Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil dan Masyarakat Adat, yang disampaikan kepada Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi, bahwa perlu kebijakan pemerintahan yang adil dan bersih, transparan dan bertanggung jawab, dan dengan memajukan penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia. Koalisi juga menghimbau kepada media massa dan semua pihak untuk melakukan pemantauan atas proses pengadilan yang sedang berlangsung.
“Kami meminta Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam persidangan perkara gugatan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sorong dan Sorong Selatan untuk dilakukan secara terbuka, membuat putusan yang adil dan berpihak kepada kepentingan rakyat banyak, serta mempertimbangkan fakta lapangan terkait keberadaan dan hak-hak hidup masyarakat adat, dan keberlanjutan lingkungan hidup”, kata Sopice Sawor, tokoh Perempuan Adat dari Suku Tehit Afsya, Kabupaten Sorong Selatan..
Perwakilan masyarakat adat dan organisasi masyarakat sipil dalam Surat Pernyataan meminta dan mendukung Bupati Sorong dan Bupati Sorong Selatan dalam melakukan upaya hukum atas gugatan perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Sorong dan di Kabupaten Sorong Selatan.
Kami tetap mendukung Bupati Sorong dan Sorong Selatan untuk melakukan perlawasan hukum demi keadilan, perubahan dan pemajuan tata kelola yang menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat, dan keberlanjutan lingkungan hidup. Dukungan dan sikap ini disampaikan Yustinus Konjol, perwakilan Suku Tehit dari Kampung Wersar, Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan, dan Seljun Kayuri, perwakilan Suku Moi dari Kampung Gisim, Distrik Segun, Kabupaten Sorong.
Dalam pertemuan Koalisi dengan Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan dan Uli Parulin Sihombing, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, 16 November 2022, pertemuan dengan Ketua Satgas Supervisi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Wilayah Maluku Papua, Dian Patra, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, 17 November 2022, pihak Komnas HAM dan KPK, mendukung dalam melakukan pemantauan proses pemantauan agar majelis hakim dapat memberikan putusan yang adil dan tidak didasarkan kepentingan tertentu.
“Kami akan mempelajari putusan dan memberikan pendapat hukum dan membuat amicus curiae (sahabat peradilan) terhadap perkara dimaksud”, ungkap Uli Parulin Sihombing, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM.
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat juga menyampaikan Amicus Curiae terhadap Perkara Nomor 576.K/TUN/2022 antara PT ASI melawan Bupati Sorong Selatan, dan Perkara Nomor 577.K/TUN/2022 antara PT PUA melawan Bupati Sorong Selatan.
Terima kasih
Jakarta, 17 November 2022
Kontak Person:
Natalia Yewen: +62 813-1753-7503
Hollan Abago: +62 821-9819-2376
Silas Kalami: +62 821-9813-3740
Press Release: Amicus Curiae ‘Sahabat peradilan’ untuk Hakim Mahkamah Agung RI
Perkara ini berawal dari Keputusan Bupati Kabupaten Sorong mencabut perizinan perkebunan kelapa sawit PT Sorong Agro Sawitindo, PT Papua Lestari Abadi, dan PT Inti Kebun Lestari. Tiga perusahaan tersebut kemudian menggugat Bupati ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura. Majelis hakim PTUN Jayapura memutus para penggugat perkara 31/G/2021/PTUN.JPR, 32/G/2021/PTUN.JPR tidak memiliki kepentingan yang dirugikan untuk menggugat, menyatakan tidak menerima dan menolak gugatan untuk seluruhnya, atas perkara 29/G/2021/PTUN.JPR, 30/G/2021/PTUN.JPR, majelis menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya.
Dalam upaya hukum banding, majelis hakim pengadilan tinggi Tata Usaha Negara Makassar mengabulkan gugatan perusahaan para penggugat 29/G/2021/PTUN.JPR, 30/G/2021/PTUN.JPR, 31/G/2021/PTUN.JPR, 32/G/2021/PTUN.JPR untuk seluruhnya. Majelis menilai tidak terdapat aturan yang mengatur sanksi pencabutan secara langsung, maka seharusnya Bupati tidak memberikan sanksi terberat berupa pencabutan ijin namun terlebih dahulu memberikan teguran tertulis.
Atas putusan banding, Bupati Sorong mengajukan upaya kasasi. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, AMAN Sorong Raya, Greenpeace Indonesia, WALHI Papua mengirimkan Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia atas putusan Perkara Tingkat Banding PT TUN Makassar Nomor 12/B/2022/PT.TUN.MKS, 13/B/2022/PT.TUN.MKS, 41/B/2022/PTTUN.MKS dan 42/B/2022/PTTUN.MKS.
Di dalam Amicus Curiae kami menilai keputusan Bupati Sorong mencabut izin-izin perkebunan kelapa sawit didasarkan evaluasi mendalam atas perbuatan pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban didalam IUP, tidak menjalankan peraturan perundang-undangan, kejanggalan penerbitan izin-izin dan perilaku ketidakseriusan para penggugat untuk melakukan usaha sejak menerima izin-izin[1]. Pelanggaran yang dilakukan berlapis sehingga harus dinilai bukan pelanggaran biasa, sanksi yang diberikan harus bersifat regresif berupa pencabutan keputusan yang menguntungkan. Pasal 55 Permentan No 98 Tahun 2013 tentang Pedoman perizinan usaha perkebunan memberi kewenangan kepada kepala daerah untuk mencabut izin usaha.
Rekomendasi lain meminta Majelis hakim melihat keempat perkara memiliki dimensi yang lebih luas dari sekedar sengketa perijinan perusahaan. Keempat perkara juga menyangkut kepentingan publik atas keberlanjutan lingkungan dan keadilan bagi Masyarakat Adat. Hakim Agung wajib menerapkan pertimbangan-pertimbangan penyelamatan lingkungan hidup dengan merujuk kepada Keputusan Mahkamah Agung Nomor 36/KMA/SK/II/2013 dan Keputusan Nomor 37 / KMA / SK / III / 2015 dalam memutus.
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Moi telah mengakui hak-hak masyarakat adat. Tanah Papua Bukanlah Tanah Kosong, setiap tempat ada pemiliknya. Penolakan pemilik hak ulayat atas perusahaan wajib di pertimbangkan sebagai partisipasi masyarakat untuk memperoleh keadilan atas hak-haknya dari lembaga peradilan. Hakim Agung wajib memperhatikan sikap penolakan dan memenuhi nilai keadilan yang disuarakan masyarakat adat.
Jakarta, 31 Mei 2022
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, AMAN Sorong Raya, Greenpeace Indonesia, WALHI Papua
Narahubung: 081287296687 (Tigor Hutapea)
Unduh Amicus Curiae di sini: Amicus Curiae untuk Hakim Mahkamah Agung
(1) Laporan Hasil Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi Papua Barat, Februari 2021
(Jayapura, 18 Nov 2021) Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Greenpeace Indonesia, PD AMAN Sorong Raya, dan WALHI Papua, menyerahkan dan menyampaikan Amicus Curiae kepada Majelis Hakim PTUN Jayapura terkait perkara gugatan perusahaan kelapa sawit PT. Inti Kebun Lestari, PT Sorong Agro Sawitindo dan PT Papua Lestari Abadi, terhadap Bupati Sorong dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sorong.
Baca: Amicus Curiae Papua Bukan Tanah Kosong – 18 Nov 2021
Pendapat Amicus Curiae dimaksudkan untuk pembelaan terhadap keberlanjutan lingkungan hidup dan perlindungan hak masyarakat adat Papua.
Ank, Nov 2021