Orang Sempan (Semopane Owe) berdiam dipesisir pantai Mimika Timur dan mempunyai corak kehidupan nomaden, mereka hidup dari alam hasil hutan, sungai dan laut, disepanjang kaki gunung, pesisir pantai hingga ke laut luas. Setiap perubahan ekosistem daerah ini akan mempengaruhi penghidupan masyarakat dan daya dukung lingkungan.
Kini, penghidupan penduduk asli, Suku Sempan, Suku Kamoro dan suku kecil lainnya, yang berdiam di daerah Mimika Timur Jauh, sudah tidak aman lagi dan tidak sehat. Sungai, pantai dan laut sekitar sudah tercemar oleh kotoran berbahaya dari sisa proses produksi tambang perusahaan PT Freeport Indonesia (FI).
Limbah tambang PT FI, logam berat, seperti arsenic, tembaga, timbal, merkuri, limbah batu, pasir, dan benda lain yang mengandung bahan kimia berbahaya, dibuang ke sungai selama puluhan tahun, yang kotorannya menutupi dan menghilangkan sungai dan tanah, merusak dan mencemari perairan laut sekitar. Nahas kejahatan ini menimbulkan kematian sistem kehidupan sungai dan alam sekitarnya.
Sistem dan kehidupan sungai tercemar, berbahaya dan mati. Tanaman mati, ikan, udang dan biota lain mati. Lebih dari 6.000 jiwa warga yang berdiam pada 23 kampung di Distrik Agimuga, Jit dan Manasari, terancam kelangsungan penghidupannya karena pencemaran dan kematian sungai, pesisir dan laut. Anak-anak dan perempuan paling rentan dan mengidap berbagai macam penyakit.
Aktifis lingkungan hidup, Doli Adolfina Kuum, menceritakan anak-anak Suku Sempan dan Suku Kamoro di daerah ini mengalami gangguan penyakit kulit, gatal dan terjadi perubahan warna kulit. Dihadapan anggota DPR RI (01/02/2023), Doli menunjukkan kematian ikan, kecelakaan maut dan meningkatnya biaya hidup yang disebabkan pendangkalan dan pencemaran limbah tailing.
Berbeda dengan kesaksian pembela masyarakat akar rumput, kalangan atas Presiden Direktur PT FI, Tony Wenas, dalam RDP dengan Komisi IV DPR RI (27/09/2022), berkilah mengklaim bahwa pengelolaan tailing PT FI sudah sesuai peraturan dan tidak menimbulkan permasalahan, terhadap masyarakat dan lingkungan. Tony Wenas juga mengatakan limbah tailing tidak beracun (Lihat Video Dirut PT FI Tony Wenas, detik 0:57 – 1.21).
Tahun 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menemukan 48 pelanggaran PT FI yang dijatuhi sanksi administrasi. Sebanyak 31 temuan terkait pelanggaran AMDAL/RKL-RPL, Izin Lingkungan; 5 temuan pelanggaran pencemaran air ; 5 temuan pelanggaran pencemaran udaha ; dan 7 temuan pelanggaran pengolahan limbah dan B3. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan bahwa PT FI telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 185 triliun akibat pembuangan limbah. Hasil audit BPK menyebutkan PT FI telah menimbulkan perubahan ekosistem akibat pembuangan limbah operasional penambangan di sungai, hutan, estuary, dan bahkan telah mencapai kawasan laut.
Masyarakat adat terdampak PT FI meminta pemerintah dan aparat penegakan hukum memeriksa dan mengaudit aktifitas PT FI, menghentikan pembuangan limbah yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan melumpuhkan sebagian sistem penghidupan mereka, mata pencaharian, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
“Kami mendesak pemerintah dan perusahaan melakukan pemulihan atas seluruh kerusakan, baik bagi warga maupun lingkungan hidup. PT Freeport Indonesia untuk mengganti seluruh kerugian yang dialami warga dan lingkungan hidup”, kata Doli.
Ank, Feb 2023