Jayapura, 07/09/2022, massa aksi sekitar 100 orang, terdiri dari gabungan warga asal Lembah Grime Nawa, pemuda dan mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil, melakukan aksi long march menuju Kantor Bupati Jayapura dan berorasi di halaman kantor Bupati. Massa aksi berorasi dan membawa spanduk tuntutan dan poster meminta Bupati Kabupaten Jayapura segera mencabut izin PT Permata Nusa Mandiri, Torang Bisa Hidup Tanpa Kebun Sawit, Tapi Torang Tra bisa Hidup Tanpa Tanah dan Wilayah Adat, Hutan Adat bukan Hutan Sawit, Kembalikan 30.920 Ha Tanah Kami yang Dirampas, Tanah Adat Hutan Adat Milik Masyarakat Adat, Hutan Papua Benteng Terakhir Krisis Iklim.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Pusaka, perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Permata Nusa Mandiri (PNM), anak dari perusahaan PT Indo Gunta yang diduga memiliki hubungan dengan Salim Group. Perusahaan PT PNM mendapatkan Izin Lokasi dari Bupati Jayapura pada tahun 2011, untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas 32.000 ha, berlokasi di Distrik Unurum Guay, Namblong, Nimboran, Nimbokrang, Kemtuk, Kemtuk Gresi, Kabupaten Jayapura. Lalu bupati memperpanjang Izin Lokasi pada tahun 2014 dan 2017, dan berakhir pada tahun 2020.
Dalam ketentuan izin lokasi, perolehan tanah harus dilakukan secara langsung antara pihak-pihak yang berkepentingan melalui pelepasan hak atas tanah ; penerima izin dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan sebelum memulai pekerjaan agar disepakati batas kampung, dusun, dengan persekutuan masyarakat hukum adat atau masyarakat dengan lainnya ; apabilan perolehan tanah tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu izin lokasi yang diberikan termasuk waktu perpanjangannya, maka perolehan tanah tidak dapat dilakukan oleh pemegang izin lokasi ini menjadi gugur dengan sendirinya.
Kebanyakan masyarakat adat dan pemilik tanah di Lembah Grima Nawa, maupun Dewan Adat Suku (DAS) Namblong, menolak memberikan tanah dan hutan adat kepada PT PNM. Pada Juli 2022, pemimpin masyarakat adat Lembah Grime Nawa bersama Dewan Adat Suku Namblong melakukan musyawarah bersama dan membuat kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara Musyawara Masyarakat Adat Daerah Grime Nawa, antara lain menyatakan menolak perusahaan dan mendesak Bupati Jayapura, Kepala Dinas PMPTSP, BPN, Menteri BKPM, untuk mencabut izin-izin usaha perusahaan PT PNM.
Sepanjang tahun 2014 – 2018, pejabat pemerintah menerbitkan izin-izin usaha lainnya tanpa persetujuan masyarkat adat setempat, pejabat Bupati Jayapura menerbitkan Izin Lingkungan melalui SK Bupati Jayapura Nomor 62 Tahun 2014 ; Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Provinsi Papua menerbitkan Izin Usaha Perkebunan melalui SK Nomor 01/SK.IUP/KS/2014, Menteri Kehutanan RI menerbitkan Izin Pelepasan Kawasan Hutan P[roduksi yang dapat Dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit melalui SK Nomor SK.680/MENHUT-II/2014, seluas 16.182,48 ha ; pejabat Menteri ATR/BPN dan Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan SK dan Sertifikat Hak Guna Usaha kepada perusahaan pada tahun 2018. Izin-izin dan HGU diterbitkan tanpa persetujuan masyarakat adat secara luas.
Koordinator aksi, Yustus Yekusamon, menyampaikan dalam Pers Release Selamatkan Lembah Grime Nawa bahwa masyarakat adat Lembah Grime Nawa menolak keberadaan perusahaan PT PNM yang mengambil tanah dan hutan, karena merusak lingkungan, tanah dan hukum adat.
“Seluruh masyarakat adat daerah Grime Nawa bersepakat tidak menyerahkan tanah dan hutan adat kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit atau perusahaan lain yang menyebabkan hilangnya ha katas tanah dan hutan adat”, ungkap Yustus, dan menjelaskan kesepatan tersebut didasarkan konsultasi yang telah dilakukan dengan kelompok masyarakat Orya, Namblong, Klesi, Kemtuk, Eseng, dan sebagainya.
“Kami butuh pembangunan yang ramah lingkungan, itu yang kami butuh. Masih ada cokelat, masih ada sagu, masih ada kopi. Kelapa sawit kami tidak mau, kami tidak mau itu merusak tanah kami. Anak cucu kami nanti kemana. Kami masyarakat adat, kami perempuan minta, Bupati hari ini berikan SK pencabutan izin PT Permata Nusa Mandiri”, tuntut Regina Bay, aktivis perempuan adat Namblong dalam aksi unjuk rasa.
Bupati Hentikan Aktivitas Perusahaan
Tahun 2019, perusahaan PT PNM membuka lahan pembibitan dan pengembangan lahan kebun kelapa sawit. Kegiatan tidak berjalan dan dibiarkan. Awal tahun 2022, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan SK 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022, Tanggal 5 Januari 2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan, dalam lampiran SK Menteri LHK 01/2022 terlampir izin PT PNM dicabut. Namun dilapangan, PT PNM justeru menggusur dan merobohkan hutan alam untuk pengembangan kebun kelapa sawit yang berlangsung sejak Januari 2022 hingga saat ini. Dalam tempo delapan bulan, lebih dari 100 hektar hutan hilang.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Jayapura, Delila Giay, mengirimkan Surat Nomor 068/64/DPM-PTSP/2022 Tanggal 23 Februari 2022 tentang penghentikan sementara kegiatan PT PNM, dengan alasan terkiat SK Menteri LHK 01/2022. Perusahaan tetap mengabaikan surat Kadis PMPTSP tersebut. Perusahaan PT PNM juga menggugat melalui PTUN Jakarta terkait putusan Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi yang dipimpin Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, yang mencabut izin perusahaan PT PNM pada Maret 2022.
“Ketidakpastian penerbitan izin yang dilakukan KLHK berdampak negative untuk masyarakat adat di Lembah Grime Nawa, Provinsi Papua. Pengumuman pencabutan izin oleh Presiden awal tahun menjadi janji kosong bagi masyarakat, mengingat PT PNM justeru masih melakukan lan clearing pasca pengumuman tersebut”, jelas Sekar Banjaran Aji, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, dalam Siaran Pers Bersama (13 September 2022).
Pemda Jayapura bereaksi, pada Mei 2022, Bupati Jayapura membentuk Tim Evaluasi Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Jayapura, Tahun 2022. Pertimbangan pembentukan tim evaluasi dalam rangka mendorong kepatuah pelaksanaan kewajiban pemegang izin usaha.
Wakil Bupati Jayapura, Giri Wijayantoro, yang bertemu dengan peserta aksi selamatkan Lambah Grime Nawa (07/09/2022) mengatakan Izin Lokasi yang dikeluarkan untuk PT PNM telah habis masa berlakunya dan tidak akan diperpanjang, seharusnya tidak boleh ada aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan.
Pada 08 September 2022, beredar Surat Bupati Jayapura Nomor 188.4/1556/SET, ditujukan kepada Manager PT PNM, yang bersifat penting, tentang Penghentian Aktivitas PT Permata Nusa Mandiri. Surat dimaksud ditandatangani Wakil Bupati Jayapura, Giri Wijayantoro.
Dalam surat dituliskan, mengingat Izin Lokasi yang diberikan telah berakhir dan adanya penolakan masyarakat adat pemilik hak ulayat, maka pemerintah Kabupaten Jayapura dengan tegas meminta kepada PT Permata Nusa Mandiri agar segera menghentikan (ditulis huruf besar dan tebal) semua aktivitas operasionalnya diatas lahan dimaksud mulai tanggal dikeluarkan surat ini hingga ditetapkannya Keputusan Pencabutan Izin Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit oleh pemerintah Kabupaten Jayapura.
Bupati juga memanggil perusahaan PT PNM. Bupati menjelaskan pertemuan dengan perusahaan dan tim evaluasi perizinan, bahwa tim masih mengkaji dan sepanjang belum tuntas maka perusahaan harus menghentikan aktivitas apapun.
“Tidak boleh ada aktivitas apapun, karena banyak regulasi yang perlu dipastikan. Perusahaan minta untuk kami bisa kerja ini pekerjaan, kami katakan tidak, mengapa, karena izin lokasi yang pernah diberikan sudah selesai masa berlakunya dan tidak ada perpanjangan. Perusahaan tidak pernah mengajukan untuk perpanjangan, izin lokasi sudah selesai tahun 2020, jadi selesai”. Jelas Bupati Jayapura.
Gerakan selamatkan Lembah Grime Nawa akan kembali mendatangi pemerintah hingga izin perusahaan dicabut. Koordinator aksi, Yustus Yekusamon, menyatakan masyarakat adat akan kembali mendatangi Kantor Bupati Jayapura pada 21 September 2022, untuk memastikan pencabutan izin PT Permata Nusa Mandiri.
Ank, Sept 2022