Pada Juli 2020, Presiden Joko Widodo berbicara dalam Ratas Program Peningkatan Penyediaan Pangan Nasional dan Pembangunan Kawasan Industri, menyebutkan rencana program pengembangan Food Estate di Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Papua. Pada November 2020, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, yang mana memberikan dasar pengembangan program peningkatan penyediaan pangan nasional (Food Estate).
Food Estate merupakan program pengembangan produksi pangan secara terpadu, terdiri dari jenis usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan berskala luas pada kawasan tertentu, dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi berbasis sistem industri, permodalan, organisasi dan manajemen kontemporer.
Kabupaten Mappi merupakan salah satu daerah di selatan Papua yang menjadi target areal proyek Food Estate Papua berskala luas hingga 2.684.680 hektar, masing-masing di Kabupaten Mappi seluas 1.117.345 ha, di Kabupaten Merauke seluas 1.433.041 ha, di Kabupaten Boven Digoel seluas 129.637 ha, dan di Kabupaten Yahukimo seluas 4.656 ha (Estiko, 2020). Keseluruhan daerah target proyek Food Estate ini berada di kawasan hutan.
Lanskap Kabupaten Mappi didominasi hutan dan rawa luas, diperkirakan luas kawasan rawa-rawa mencapai sekitar 70% dari keseluruhan wilayah Kabupaten Mappi (28.518 Km²), dan di dalamnya terdapat lahan gambut seluas 1,7 juta hektar. Kondisi alam ini menjadikan Mappi digelar ‘kawasan sejuta rawa’. Di Kabupaten Mappi, sebagian besar daerah target proyek sekitar 545.434 hektar, merupakan kawasan hutan alam dan lahan gambut yang sedang dimoratorium, dan belum diberikan izin baru berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019.
Proyek Food Estate diperkirakan akan berdampak pada lingkungan alam dan masyarakat adat setempat. Kawasan gambut di Mappi seluas 248.224 hektar akan rusak dan mengancam ekosistem gambut yang spesifik. Menurut data Estiko (2020), rencana Food Estate di Kabupaten Mappi akan meningkatkan bahaya banjir yang tinggi pada areal seluas 174.133 hektar. Belum terhitung perkiraan kerugian sosial ekonomi dan nilai jasa lingkungan yang hilang.
Dalam Diskusi Terfokus yang dilakukan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat di Kepi (16 Agustus 2022), narasumber dari pemerintah daerah, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Kepala Dinas Pertanian, menjelaskan bahwa pemerintah Mappi belum mempunyai informasi baru terkait proyek pengembangan pangan Food Estate dan lahan yang menjadi target proyek.
Peserta Diskusi Terfokus dari perwakilan masyarakat adat Suku Yaghay, Awyu, Korowai, LMA Kabupaten Mappi, tokoh pemuda dan perempuan adat, menyuarakan penolakan terhadap proyek-proyek yang akan merusak dan menghilangkan kawasan hutan dan gambut di wilayah adat.
Melania Tokomonowir, aktivis perempuan adat di Kepi, dan Yulianus Kemon, pengurus LMA Mappi, juga sebagian besar peserta diskusi, menyatakan dengan tegas menolak rencana proyek pembangunan pangan skala luas dan investasi yang dikhawatirkan akan meminggirkan kehidupan masyarakat adat dan merusak lingkungan.
Daimatus Haibu, Dewan Adat Suku Awyu di Kepi meminta pemerintah untuk harus melalui musyawarah mufakat masyarakat adat dalam menghasilkan kebijakan program dan mengeluarkan izin.
“Pemerintah harus menghormati dan melindungi hak masyarakat adat, hak atas tanah adat, memberdayakan kehidupan masyarakat adat dan lembaga adat”, demikian permintaan Daimatus Haibu.
Kepala DPMPTSP Kabupaten Mappi, Alvian Raymon Latuperissa, menanggapi sikap peserta terkait investasi di Kabupaten Mappi, “Pemerintah Kabupaten Mappi belum menerbitkan izin-izin kepada perusahaan perkebunan dan budidaya tanaman pangan, Bupati tidak melanjutkan izin-izin usaha perkebunan yang sudah habis masa berlaku”.
Ada dua perusahaan pengembang budidaya pertanian dan tanaman pangan yang berminat berinvestasi di wilayah Distrik Venaha Kabupaten Mappi, sebagian izin yang dimohonkan ada di Kabupaten Boven Digoel. Namun DPMPTSP Mappi menolak memberikan rekomendasi dan mempertanyakan bisnis perusahaan tersebut yang berada di kawasan hutan alam. Ada isu target perusahaan hanya untuk menguras hasil hutan kayu.
Pengolahan Sagu
Masyarakat adat yang berdiam di kampung masih mengandalkan hidup dari kelimpahan alam dengan meramu hasil hutan, berburu binatang seperti rusa, babi, burung kasuari, memancing ikan di rawa-rawa, berkebun tanaman pangan dan memangkur sagu. Pemenuhan dan ketahanan pangan masyarakat kampung masih dapat terpenuhi secara mandiri, belum terpengaruh dan tergantung pada komoditi pangan baru yang datang dari luar.
Dalam hal pemenuhan pangan, tanaman sagu merupakan salah satu sumber pangan masyarakat adat setempat yang diusahakan dan dikelola secara mandiri, teridentifikasi ada 818.000 hektar dusun sagu di Kabupaten Mappi.
Muscory Kainakaimu, aktivis perempuan adat di Kepi, menjelaskan semua kampung memiliki dusun sagu. Masyarakat mengolah sagu dengan cara dan kombinasi pengetahuan asli dan inovasi teknologi sederhana. Sagu dikelola dan dipanen oleh setiap keluarga, dengan peralatan kapak dan parang, lalu dipangkur dengan mesin pangkur dan atau menggunakan tenaga manusia, lalu hasil pati sagu dan tepung sagu kering diolah dalam berbagai jenis penganan seperti sagu lempeng, untuk konsumsi pangan keluarga dan dijual ke kota.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mappi, Antonius Lestoin, dalam Diskusi Terfokus yang dilakukan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat di Kepi (16 Agustus 2022) menjelaskan bahwa Kabupaten Mappi mempunyai prioritas program pengembangan pangan melalui pengembangan dan pengolahan sagu. Program pengembangan pangan berbasis sagu ini merupakan bagian dari kebijakan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang percepatan pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Sejak tahun 2019, pemerintah telah mengembangkan program budidaya pengembangan dan pengolahan sagu”, jelas Antonius Lestoin.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Mappi, Hendrikus, mengungkap pemerintah daerah mengembangkan program fasilitasi teknologi pengolahan tepung sagu kering. Program pengembangan pangan ini diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat adat.
Dalam Diskusi Terfokus, peserta menghasilkan kesepakatan rekomendasi untuk ditindaklanjuti pemerintah dan lembaga perwakilan masyarakat adat. Antara lain yakni: meminta pemerintah daerah Kabupaten Mappi menghasilkan putusan hukum tentang penetapan pengakuan, penghormatan dan perlindungan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat di Kabupaten Mappi; memberdayakan dan menguatkan peran lembaga adat mulai dari tingkat kabupaten hingga kampung dalam mengurus kesejahteraan masyarakat adat, penegakan hukum dan peradilan adat; meningkatkan peran dan fungsi lembaga adat dalam mewariskan pengetahuan asli dan peradilan adat kepada masyarakat dan khususnya generasi muda; memfasilitasi masyarakat adat untuk menghasilkan dan memperkuat peraturan kampung dan hukum adat, termasuk pembuatan peta penguasaan dan pengelolaan tanah dan hutan adat milik masyarakat adat.
Ank, Agustus 2022