Dalam penanganan perkara lingkungan hidup hakim diharuskan untuk berani menerapkan prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yakni Prinsip Substansi Hukum Lingkungan, Prinsip Pencegahan Bahaya Lingkungan (Prevention of Harm), dan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development); prinsip pemberdayaan masyarakat, pengakuan terhadap daya dukung dan keberlanjutan ekosistem dan yang tidak kalah penting adalah pengakuan atas hak masyarakat adat. Di samping itu, Prinsip Keadilan termasuk di dalamnya Prinsip Keadilan Antar-Generasi (Intergenerational Equity) juga merupakan prinsip yang relevan untuk dipertimbangkan karena perkara in casu berkaitan dengan perubahan iklim yang berdampak besar bagi generasi mendatang.
Pendapat ini disampaikan akademisi Universitas Gadjah Mada dan ahli hukum lingkungan hidup, I Gusti Agung Made (Igam) Wardana, S.H., LL.M., Ph.D. Igam dalam pendapat hukum atas Gugatan Lingkungan Hidup yang diperkarakan pemimpin masyarakat adat Awyu, Hendrikus Woro, berpendapat dalam perkara lingkungan, hakim juga dituntut untuk melakukan aktivisme yudisial (judicial activism) dengan melakukan penafsiran progresif atas aturan hukum yang mengedepankan kepentingan lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat sesuai doktrin in dubio pro natura.
Prinsip Substansi Hukum Lingkungan belum menjadi pertimbangan majelis hakim PTUN Jayapura dałam Gugatan Lingkungan Hidup yang diperkarakan pemimpin Suku Awyu, Hendrikus Woro.
Kamis (02/11/2023), sidang Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, yang dipimpin Merna Cinthia, S.H., M.H., telah membuat putusan yang menolak gugatan lingkungan hidup dan perubahan iklim terhadap Pemerintah Provinsi Papua atas penerbitan izin kelayakan lingkungan hidup perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Indo Asiana Lestari. Putusan hakim tersebut menjadi kabar buruk dan kemunduran bagi perlindungan lingkungan hidup dan masyarakat adat Awyu yang sedang berjuang mempertahankan hutan adat mereka dari ancaman penggundulan hutan oleh perusahaan kelapa sawit.
Hakim menyatakan tidak dapat mempertimbangkan prosedur penerbitan Amdal karena bukan bagian dari obyek sengketa dalam perkara ini, yakni SK Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Papua tentang izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT IAL. Padahal, Amdal jelas merupakan lampiran dan dasar penerbitan obyek sengketa. Hal ini disampaikan Tim Advokasi Selamatkan Hutan Papua dalam siaran pers.
Baca disini Salinan_putusan_6_G_LH_2023_PTUN_JPR, Gugatan Lingkungan Suku Awyu, 021123
“Kami menilai hakim keliru mempertimbangkan telah terjadi partisipasi bermakna hanya menggunakan sebuah surat dukungan investasi dari Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Boven Digoel. LMA adalah lembaga yang tidak jelas status hukum dan kedudukannya dalam tatanan adat, mereka tidak merepresentasikan masyarakat adat Awyu dan marga Woro, dan juga tidak punya hak untuk menyetujui pelepasan hutan milik masyarakat adat. Ini mengabaikan prinsip persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (free, prior, and informed consent) langsung dari masyarakat terdampak,” kata Tigor Hutapea, anggota tim kuasa hukum suku Awyu.
Majelis hakim gagal memahami kasus ini sebagai gugatan lingkungan dan perubahan iklim, serta gagal memahami penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
“Ini putusan yang janggal, hakim bukan saja tidak berpihak kepada masyarakat adat dan lingkungan, tapi juga seperti mengabaikan banyaknya fakta-fakta persidangan,” kata Sekar Banjaran Aji, anggota tim kuasa hukum.
Pejuang Lingkungan Hidup dari suku Awyu, Hendrikus Woro, yang mengajukan gugatan ke PTUN Jayapura merasa kecewa dan sedih atas putusan majelis hakim yang tidak adil. Namun begitu Hendrikus bertekad tidak akan mundur memperjuangkan tanah dan lingkungan hidup.
“Kami akan banding karena ini menyangkut hak-hak masyarakat adat Papua yang telah diabaikan dan dilanggar. Kami juga akan melakukan upaya-upaya hukum untuk mengevaluasi sikap hakim dalam memutus perkara ini. Meski satu dari tiga majelis hakim memiliki sertifikasi hakim lingkungan, ternyata pertimbangan putusan tidak sesuai prinsip hukum lingkungan. Ini misalnya terlihat dalam sikap hakim yang tidak mempertimbangkan substansi amdal yang bermasalah dan menolak permintaan kami untuk pemeriksaan lapangan,” tegas Emanuel Gobay, anggota tim kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua.
Ank, Nov 23