Logo
  • Beranda
  • Berita
  • Aktifitas
  • Publikasi
    • Siaran Pers
    • Info Grafis
    • Cerita dari Kampung
    • Laporan
    • Peraturan
  • Galeri
  • Kontak
  • Bahasa Indonesia
  • English
Tag:

#SukuMarind

Berita

Memerkarakan HGU Korindo, Penguasa Sawit di Papua Selatan

by Admin Pusaka Agustus 31, 2023
written by Admin Pusaka

Tanah Papua sedang menjadi incaran bidikan pebisnis industri ekstraktif, diantaranya bisnis perkebunan dan minyak kelapa sawit. Pemerintah dan lembaga keuangan mempromosikan potensi sumber daya alam dan mengundang investor dalam beberapa forum ekonomi.

Saat ini, terdapat 90 perusahaan yang telah memiliki izin bisnis kelapa sawit di Papua dengan luas lahan dan hutan yang telah dikonversi sebesar 2.208.004 hektar. Berbagai masalah terungkap dan dikeluhkan masyarakat dan organisasi masyarakat sipil atas pemberian izin dan praktik industri minyak kelapa sawit skala luas di Papua. Tahun 2021, pemerintah Provinsi Papua Barat (sebagian sudah menjadi Provinsi Papua Barat Daya, 2022) melakukan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit dan belasan izin perusahaan kelapa sawit telah dicabut dan dikurangi areal usahanya, karena melakukan pelanggaran kewajiban legal berdasarkan perizinan yang diberikan.

Pemerintah Provinsi Papua (sebelum pemekaran, 2022) juga melakukan evaluasi untuk perbaikan tata kelola perizinan, optimalisasi penerimaan negara dan upaya menjaga luas tutupan hutan. Berbasiskan analisis legal dan spasial terhadap 55 perusahaan yang beroperasi di wilayah Provinsi Papua, pemerintah membuat rekomendasi pencabutan perizinan 33 perusahaan dan perbaikan tata kelola kepada 22 perusahaan. Namun tindak lanjut rekomendasi dalam bentuk keputusan, penertiban dan sanksi hukum, belum terealisasi hingga saat ini.

Di lapangan, masyarakat adat setempat masih mengeluhkan dan protes terhadap keberadaan dan aktifitas perusahaan dan pabrik minyak kepala sawit yang diduga tersangkut permasalahan perampasan tanah, pengabaian hak masyarakat adat, hak buruh, kekerasan, penggundulan hutan dan pencemaran lingkungan, seperti PT Permata Nusa Mandiri di Lembah Grime Nawa, Jayapura ; PT Indo Asiana Lestari di Kali Mappi, Boven Digoel ; PT Pusaka Agro Lestari di Mimika ; PT Dongin Prabhawa di Mam dan PT Bio Inti Agrindo di Muting, Merauke; PT Permata Putera Mandiri di Jamarema, Sorong Selatan ; PT Subur Karunia Raya di Teluk Bintuni ; PT Inti Kebun Sejahtera di Moisegin, Sorong.

Penguasa Sawit di Papua Selatan

Pusaka mendokumentasikan penguasa sawit di Papua berbasiskan izin konversi hutan dan izin perkebunan serta luas lahan yang diterbitkan pemerintah daerah dan nasional, dan data pemilik saham yang diterbitkan Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM. Perusahaan ini dikenal juga memiliki pasar dan produsen pembeli minyak kelapa sawit di luar Papua hingga ke internasional.

Ada 20 grup perusahaan kelapa sawit yang menguasai lahan perkebunan skala luas di Tanah Papua, diantaranya 15 perusahaan merupakan perusahaan modal asing (PMA). Berikut 10 grup perusahaan pemilik lahan perkebunan kelapa sawit skala luas, yakni (1) Korindo Group dan/atau Tunas Sawa Erma Group (berubah nama sejak 2021) melalui tujuh perusahaan menguasai lahan 148.651 ha ; (2) Indo Gunta (Salim Group) melalui enam perusahaan menguasai lahan 135.177 ha ; (3) Pacific Interlink Group melalui tiga perusahaan menguasai lahan 118.321 ha ; (4) Capitol Group melalui tiga anak perusahaan menguasai lahan 97.046 ha ; (5) Austindo Nusantara Jaya Group melalui tiga anak perusahaan menguasai lahan 82.468 ha ; (6) Digoel Agri Group melalui dua anak perusahaan menguasai lahan 78.630 ha ; (7) KPN Group melalui dua anak perusahaan menguasai lahan 73.540 ha ; (8) Indonusa Agromulia Group melalui tiga anak perusahaan menguasai lahan 62.174 ha ; (9) Cliandry Anky Abadi Group melalui tiga anak perusahaan menguasai lahan 53.968 ha ; (10) Sinar Mas Group melalui dua anak perusahaan menguasai lahan 40.678 ha.

Pemerintah telah mengatur batas luas maksimum kepada setiap grup perusahaan perkebunan kelapa sawit dan komoditi lainnya. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 98 Tahun 2013, Pasal 17, bahwa batas paling luas izin usaha perkebunan di wilayah Papua seluas 100.000 hektar. Praktiknya berbeda dan melanggar hukum.

Beberapa perusahaan ini mengunggah dan mempromosikan komitmen penerapan pembangunan perkebunan berkelanjutan menyangkut aspek tanggung jawab sosial, penghormatan hak asasi manusia (HAM) dan konservasi alam. Tumpukan piagam penghargaan atas ganjaran komitmen ditampilkan dalam laman web. Komitmen ini bukan sekedar menunjukkan kepatuhan hukum pada standar bisnis berkelanjutan, namun juga sebagai ‘penglaris’ produk untuk menarik minat lembaga keuangan dan pasar pembeli.

Perusahaan Tunas Sawa Erma Group atau Korindo Group, nama yang dikenal masyarakat adat setempat, pada laman website (https://tsegroup.co.id/id/sustainability/policies/)  menuliskan komitmen dan kebijakan pengembangan kebun berkelanjutan, untuk menghormati HAM, hak masyarakat adat dan buruh, penciptaan lapangan kerja, kontribusi sosial, perlindungan lingkungan hidup, penurunan emisi karbon dan memanfaatkan lahan yang telah ditetapkan pemerintah, dan sebagainya. Perusahaan menunjukkan penghargaan dan sertifikat ISPO yang diberikan kepada anak perusahaan pada tahun 2016 dan 2019.

Palang Adat Marga Samkakai

Selasa (29/8/2023), kelompok masyarakat adat Marind dari Marga Samkakai di Distrik Ngguti, Kabupaten Merauke, bertindak melakukan ‘Palang Adat’ menjatuhkan sanksi hukum adat terhadap anak perusahaan Korindo, PT Dongon Prabhawa, yang beroperasi didaerah Mam, pinggir Kali Digoel.

Kepala marga Samkakai, Yohanis Samkakai bersama puluhan anggota marga, menancapkan palang adat terbuat dari kayu diberi warna, pucuk daun kelapa dan beberapa tanaman adat, ditancapkan di pagar halaman kantor Divisi XII PT Dongin Prabhawa, disertai ucapan ritual adat Marind. Masyarakat membentangkan tikar adat dan menduduki halaman depan kantor Divisi XII. Palang Adat juga pernah dijatuhkan masyarakat pemilik tanah di lokasi pabrik CPO ketiga PT Dongin Prabhawa pada Mei 2023.

Sanksi palang adat ini dilakukan karena perusahaan telah melakukan pelanggaran yakni merusak hutan dan mengembangkan kebun pada tempat dengan nama lokal Tabul Epe. Masyarakat memerkarakan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang  belakangan diketahui mengembangkan lahan kelapa sawit berada diluar HGU. Pada 06 Agustus 2023, perusahaan menggusur dan mengubur tanaman kelapa sawit diluar HGU yang sudah ditanam sejak 2017 dan telah dipanen. Luas penggusuran diperkirakan sekitar satu kilometer dengan lebar 500 meter.

Menurut Yohanis, sekitar tahun 2016, masyarakat menolak rencana perkebunan sawit di wilayah adat tersebut dan melakukan pemalangan. Tahun 2017,  perusahaan mengindahkan sikap penolakan masyarakat dan tetap menggusur dan mengembangkan kebun di Tabul Epe.

“Perusahaan telah melakukan penanaman melewati batas HGU. Kami masyarakat sudah pernah melakukan audiensi dan berkomunikasi dengan pihak perusahaan sebanyak 4 kali untuk dapat segera mengambil tindakan penyelesaian terhadap pelanggaran tersebut. Kami masyarakat adat meminta ganti rugi berupa uang tetapi tidak bisa dijawab,” kata Yohanis Samkakai.

Marga Samakakai menuntut tanggung jawab perusahaan membayar sanksi kerugian dan kompensasi atas tanah dan hutan adat yang hilang sebesar Rp. 5,3 miliar, dan sanksi pembukaan palang adat sebesar Rp. 300 juta. Namun perusahaan belum menanggapi.

Menurut keterangan General Manager PT Tunas Sawa Erma, Jimmy Senduk, bahwa awalnya perusahaan menanam pohon sawit berdasarkan batas HGU dari Badan Pertanahan Nasional. Namun setelah pengukuran kembali oleh pihak kehutanan dan keluar keputusan batas HGU  yang notabene begeser masuk ke dalam, perusahaan ikut batas kehutanan supaya tidak jadi persoalan kedepannya.

Pengembangan kebun tanpa izin HGU jelas melanggar hukum negara, merugikan keuangan negara karena tidak melaksanakan kewajiban keuangan pada negara (ICW, 2011), dan merugikan asset masyarakat adat.

Penegakan Hukum

Perhatian dan sorotan terhadap tata kelola industri kelapa sawit semakin meningkat menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK, 2019) yang menemukan masih banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit masih banyak belum memiliki HGU, banyak kebun plasma belum dibangun, tumpang tindih dengan pertambangan, menggarap kawasan di luar izin yang sudah diberikan pemerintah.

Pada April 2023, Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2023 tentang Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara (Selanjutnya disebut Satgas Sawit). Satgas Sawit dibentuk dan ditugaskan untuk penanganan dan peningkatan tata kelola industri kelapa sawit, penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit.

Pimpinan Satgas Sawit adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, sebagai Pengarah dan Wakil Menteri Keuangan sebagai Pelaksana Satgas. Satgas ini juga melibatkan banyak Kementerian dan Lembaga, termasuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan ; Jaksa Agung, Panglima Tentara Nasional Indonesia ; Kepala Kepolisian Negara RI ; Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ; Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional ; Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

“Saya ulangi, pemerintah akan tegas para pelaku usaha yang tidak menghiraukan segala upaya yang tengah ditempuh pemerintah untuk memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit,” tegas Luhut Binsar Pandjaitan dalam Konferensi Pers (23/6/2023).

Pernyataan ini belum ngefek memberikan efek jera terhadap perusahaan untuk patuh hukum dan kewajiban sosialnya. Demikian pula, proses pelaporan diri (Self Reporting) perizinan perusahaan tanpa diikuti penertiban dan penegakan hukum belum akan menyelesaikan masalah. Solusi pemberian sanksi administrasi melalui pemutihan perizinan tanpa diikuti pemulihan dan rehabilitasi hak masyarakat adat terdampak dan restorasi lingkungan terdampak, belum akan menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan pembaruan tata kelola industri kelapa sawit.

Pemerintah daerah dan aparat penegakan hukum seharusnya segera tanggap atas keluhan yang berulang, seperti dalam kasus marga Samkakai di Distrik Ngguti, Kabupaten Merauke.

Ank, Agust 2023

Agustus 31, 2023 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
Berita

Lumbung Pangan dan Riwayat Kegagalannya di Tanah Marind

by Admin Pusaka Agustus 29, 2022
written by Admin Pusaka

Tahun 2008, kita dihadapkan pada krisis pangan global. Sebagai respon atas krisis pangan tersebut, pemerintah Indonesia mengembangkan program perluasan lahan pertanian tanaman pangan dan energi dalam skala luas, yakni MIFFE – Merauke Integrated Food and Energy Estate, yang direncanakan seluas 1,2 juta hektar tanah di wilayah Kabupaten Merauke, yang digadang-gadang akan mampu memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus berkompetisi di pasar ekspor pangan global. Tahun 2020, dengan dalil serupa krisis pangan, Presiden Joko Widodo mengembangkan kebijakan program Food Estate di Indonesia, termasuk di Papua, yang mengtargetkan lahan proyek seluas lebih dari 2,6 juta ha untuk pembangunan kawasan Food Estate di tiga kabupaten, yakni Merauke, Boven Digoel dan Mappi.

Setelah sepuluh tahun berlalu, apa yang terjadi dan tengah dialami oleh Masyarakat Adat setempat dan tanahnya? ; Apakah MIFEE telah mencapai tujuannya untuk menguatkan ketahanan pangan komunitas ? Bagaimana kondisi penghidupan, pemenuhan pangan, hak atas tanah komunitas-komunitas terdampak MIFEE tersebut?

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat bersama dengan Perkumpulan Petrus Vertenten MSC Papua, melakukan dokumentasi lapangan terkait situasi dari masyarakat adat  dan tanahnya yang terdampak proyek MIFEE, yang dilakukan selama kurang lebih dua tahun terakhir di Merauke, utamanya berfokus pada permasalahan pangan, penghidupan, hak atas tanah, identitas dan lain-lain sebagainya.

Dokumentasi lapangan tersebut tertuang dalam laporan berjudul Seakan MIFEE belum juga cukup ; Lumbung Pangan dan Riwayat Kegagalannya di Tanah Marind. Kami menumukan dan menilai bahwa program lumbung pangan dan energi nasional telah gagal mencapai tujuannya sendiri, yakni memperkuat pangan dan memberdayakan komunitas setempat. Zanegi, Salah satu kampung yang kami dokumentasikan,  Zanegi,  menunjukkan secara gamblang kontradiksi Food Estate pada tubuhnya sendiri.  Program yang konon ingin menciptakan ketahanan pangan justru menciptakan kondisi yang memprihatinkan ; komunitas dihilangkan kemampuannya untuk memproduksi dan mendapatkan pangannya secara subsisten dan mandiri, dan  justru terseret dalam mekanisme kerja upahan di perkebunan HTI. Mereka yang awalnya juga mampu memenuhi pangannya dari aktivitas pemanfaatan hutan seperti mencari ikan, berkebun, berburu dan meramu, kini harus menggantungkan pangannya dari luar kampung dan hutan melalui  proses-proses transaksional (jual beli) dengan uang segar sebagai medium satu-satunya untuk terlibat dalam proses pertukaran tersebut.

Dulunya, kanal pemenuhan pangan di Kampung Zanegi tidak bersifat tunggal, ada banyak cara untuk mereka mengakses pangan harian, berburu, meramu, berkebun di hutan, berkebun pekarangan, memancing di kali, dll. Namun hari ini, keberagaman aktivitas pemenuhan pangan itu memudar. Masifnya pembongkaran hutan untuk Hutan Tanaman Industri menyebabkan hilangnya sumber-sumber penghidupan, pangan dan bahkan keragaman hayati hutan itu sendiri. Aktivitas subsistensi menjadi rumit atau bahkan sulit dilakukan, berburu, misalnya, tidak lagi mungkin dilakukan di sekitar kampung akibat pembukaan hutan besar-besaran.

Tertutupnya kanal keberagaman pemenuhan pangan akibat bisnis hutan ini mengurung masyarakat setempat pada pilihan yang tak terelakkan ; menjadi buruh upahan di Hutan Tanaman Industri. Mereka berbondong-bondong bekerja untuk mendapatkan uang segar, di mana uang tersebut pada akhirnya  juga digunakan untuk kebutuhan pangan.

Laporan ini juga mendokumentasikan keterlibatan Perempuan dalam kerja-kerja upahan di perkebunan kayu tidak pernah bernilai moneter, tenaga perempuan hanya dianggap sebagai ‘tambahan belaka’ dan tidak dihitung sebagai utama, sehingga dianggap wajar jika Perempuan (dan bahkan anak-anak) tidak diupah dalam kerja-kerja di kebun kayu tersebut. Sementara itu,  setelah bertungkus lumus kerja tanpa upah, mereka juga harus tetap menjalankan peran domestiknya ; menyediakan pangan dan merawat anak. Kerja ini di masa-masa lampau memang semata dimaksudkan untuk memastikan keberlangsungan dan kebertahanan rumah tangga dan masyarakat, namun pada konteks komunitas yang berhadapan dengan ekspansi HTI, tentu kerja-kerja  reproduksi sosial tersebut menyokong proses akumulasi modal dan keuntungan oleh perusahaan. Perempuan dalam hal ini memastikan  pangan, gizi, nutrisi, kesehatan, kewarasan, dan faktor-faktor pendukung lainnya, dari seorang pekerja upahan, untuk dapat bekerja secara maksimal agar mendatangkan keuntungan sebanyak-banyaknya bagi kelas yang mempekerjakannya.

Laporan ini tidak hadir di ruang kosong, kita tahu bahwa pemerintah hari ini kembali memilih Food Estate sebagai kebijakan pangan dan pertanian strategis, namun dengan justifikasi yang ‘terlihat’ lebih mendesak, yakni seperti antisipasi krisis pangan akibat pandemic covid-19 dan upaya pemulihan ekonomi nasional. Pilihan kebijakan tersebut seolah mengabaikan semua situasi yang dialami oleh komunitas akar rumput yang berhadap-hadapan langsung dengan praktik korporasi. Meskipun tidak dipungkiri telah banyak dokumen-dokumen serupa telah disusun oleh para akademisi, aktivis pangan, organisasi masyarakat, NGO, dan lain-lain, yang menyoroti dampak-dampak brutal dari projek ekstraktif lumbung pangan ini dari berbagai aspek. Kemungkinan besar laporan ini diabaikan dan diperlakukan serupa seperti laporan-laporan sebelumnya oleh para pengambil kebijakan, tetap ada dan bahkan – kita tahu- cukup besar. Namun, cerita ini tetap harus disampaikan. Publik berhak mengetahui apa dan bagaimana situasi Masyarakat Adat di Merauke, khususnya yang berada dalam konsesi MIFEE, agar timbul kesadaran untuk sama-sama mengkritisi, menolak, dan mendelegitimasi proyek Food Estate yang tengah berjalan.

Selain itu, ambisi lainnya dari laporan ini adalah menghadirkan cerita resiliensi komunitas-komunitas terdampak tersebut dalam memenuhi pangan, mempertahankan penghidupan dan hak atas tanah nya hari ini. Ini untuk menunjukkan bahwa dalih Food Estate untuk meningkatkan ketahanan pangan komunitas tampak seperti mimpi kosong di siang hari. Ia lebih mirip retorika menyenangkan para pemilik modal, sebagaimana yang terjadi sebelum-sebelumnya. Masyarakat dengan segala macam keterbatasan kuasa, modal, serta bahkan kontradiksi di dalam tubuhnya itu sendiri (konflik horizontal), memiliki caranya sendiri untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya.

Selengkapnya laporan dapat dibaca disini: Laporan Torang Semda ini Hanya Jadi Penonton Saja: Lumbung Pangan dan Riwayat Kegagalannya di Tanah Marind, PUSAKA, 29082022

Tim Pusaka, Agustus 2022

Agustus 29, 2022 0 comment
0 FacebookTwitterEmail
Cerita dari Kampung

Penggundulan Hutan di Kampung Zanegi

by Admin Pusaka Maret 14, 2022
written by Admin Pusaka

Perusahaan hutan tanaman industri PT Selaras Inti Semesta (SIS) ditemukan sedang melakukan penebangan dan penggusuran hutan alam di wilayah adat di Kampung Zanegi, Distrik Animha, Kabupaten Merauke.

Di lokasi perusahaan PT SIS ditancap papan pengumuman Blok Tebangan Hutan Alam RKT 2022 SK No. 01/SKD/SIS/2022 Tanggal 04 Januari 2022 seluas 922,13 hektar.

Hutan yang digusur merupakan dusun tempat mencari makan dari marga Balagaize, dusun bernama Otanwamuk, Yandoma dan Iduar.

Konon perusahaan PT SIS membelikan truk bekas buat masyarakat pemilik lahan yang tanah dan hutannya digusur, uang pembelian truk akan dipotong dari uang kompensasi per bulan hingga lunas.

Maret 14, 2022 0 comment
0 FacebookTwitterEmail

Recent Posts

  • Seruan Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia untuk COP 28 Dubai
  • Siapa Diuntungkan Proyek Strategis Nasional Papua
  • Suku Awyu Ajukan Banding atas Gugatan Perubahan Iklim ke Pengadilan Tinggi TUN Manado
  • Kami akan banding karena ini menyangkut hak-hak masyarakat adat Papua yang diabaikan
  • Surat Terbuka untuk Majelis Hakim PTUN Jayapura

Recent Comments

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.
Yayasan Pusaka
  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
Publikasi
  • Berita
  • Aktifitas
  • Publikasi
  • Galeri
Sosial Media
  • Youtube
  • Twitter
  • Instagram
  • Facebook
Logo