Majelis Hakim PTUN Jayapura akan Memutuskan Gugatan Lingkungan Hidup Suku Awyu

Setelah menjalani proses sidang selama tujuh bulan lebih (Mei – November) 2023, Majelis Hakim PTUN Jayapura akan memutuskan gugatan lingkungan hidup salah satu pimpinan Suku Awyu pada tanggal 02 November 2023.

Latar belakang Gugatan ini adanya Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua Nomor 82 Tahun 2021 Tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dengan Kapasitas 90 Ton TBS/Jam Seluas 36.096,4 Hektar ke PT Indo Asiana Lestari. PT Indo Asiana Lestari merupakan Perusahaan Modal Asing (PMA) yang dikendalikan perusahaan asal Malaysia, All Asian Group.

Putusan pemerintah memberikan izin dalam usaha perkebunan kelapa sawit ini diperkarakan masyarakat adat Awyu terdampak. Mereka khawatir kehilangan hak dan akses atas tanah dan hutan adat, yang telah dijaga dan dikelola turun temurun sebagai sumber kehidupan. Ancaman penggundulan hutan (deforestasi) akan menghilangkan sumber penghidupan, tempat ritual dan budaya adat, mata pencaharian dan pangan.

Dalam Siaran Pers Tim Hukum Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua disampaikan bahwa gugatan lingkungan hidup oleh pemimpin Suku Awyu, telah mendapatkan solidaritas dan dukungan luas dari masyarakat dan aktivis dari berbagai daerah di Papua dan luar Papua. Petisi yang disusun Gerakan Solidaritas Untuk Selamatkan Hutan Adat Papua ditandatangani 73 lembaga dan 94 individu. Dukungan awal telah diserahkan ke Majelis Hakim, dukungan petisi akan bertambah hingga menjelang putusan.

Kuasa Hukum Penggugat, Tigor G. Hutapea, menyampaikan seluruh para pihak penggugat dan tergugat telah mengajukan kesimpulan pada tanggal 20 Oktober 2023 lalu.

“Kuasa Hukum Penggugat telah mengajukan kesimpulan kepada majelis hakim, kesimpulan ini berisi seluruh berbagai fakta yang terungkap dalam persidangan. Fakta-fakta didukung dengan banyak alat bukti surat, keterangan para saksi dan para ahli. Ada 102 bukti surat yang kami ajukan, enam (6) orang saksi fakta, tiga (3) ahli yang memiliki latar belakang penyusun Amdal, ahli pertanian masyarakat dan hukum lingkungan, semua bukti ini mendukung argumentasi kami” Ujar Tigor Hutapea, salah satu kuasa hukum.

Tindakan sewenang pemerintah yang tetap memaksa penerbitan izin  dianggap mengabaikan hak-hak masyarakat adat dan lingkungan hidup.

Kami menyimpulkan bahwa proses penerbitan keputusan pemerintah melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, penyusunan dokumen analisa dampak lingkungan (Amdal) melanggar prinsip validitas data. Terungkap dipersidangan banyak data amdal yang tidak valid, penyusun Amdal juga tidak menganalisa nilai kenekaragamanhayati yang tinggi dilokasi, tidak melakukan analisa dampak deforestasi terhadap perubahan iklim, penyusun Amdal juga dengan sengaja tidak memasukan pendapat masyarakat yang melakukan  penolakan. Seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan keputusan tersebut. Ungkap Emanuel Gobay, Direktur LBH Papua

Terapkan Pertimbangan Lingkungan Hidup

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengirimkan pendapat hukum (Amicus Curiae) atas perkara gugatan Suku Awyu. Disampaikan antara lain bahwa Perkara yang diajukan Penggugat memiliki dimensi yang lebih luas dari sekedar sengketa perijinan kelayakan lingkungan untuk menilai apakah produser penerbitan objek sengketa telah sesuai peraturan perundang-undangan, atau menilai kewenangan Para Tergugat dalam mengeluarkan keputusan. Bahwa Perkara tersebut juga menyangkut kepentingan publik atas pemenuhan HAM dan keberlanjutan lingkungan di tanah Papua.

Lihat: Pendapat Komnas HAM dalam Perkara Gugatan Lingkungan Hidup Suku Awyu

Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua sebagai bagian dari Pemerintah Indonesia dan pemangku kewajiban utama (duty bearer) dalam pemenuhan, penghormatan, dan perlindungan HAM. Penerbitan Objek Sengketa juga memperparah perubahan iklim, yang akan berimplikasi pada pengurangan penikmatan hak-hak dasar dan berpeluang menimbulkan pelanggaran HAM. Khususnya mereka yang paling terancam oleh dampak negatif perubahan iklim, termasuk masyarakat adat seperti suku Awyu yang bergantung terhadap lingkungan untuk kelangsungan hidup.

Komnas HAM RI meminta kepada Majelis Hakim untuk menerapkan pertimbangan-pertimbangan penyelamatan lingkungan hidup dengan merujuk kepada Keputusan Mahkamah Agung Nomor 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup dalam memutus perkara, dan mempertimbangkan keberatan-keberatan yang disampaikan Penggugat utamanya terkait dengan persoalan dampak proyek perkebunan bagi Penggugat dan tidak adanya partisipasi aktif dari Penggugat selaku bagian dari Masyarakat Adat Suku Awyu.

Ank, Okt 2023

You may also like

Leave a Comment

* By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy