Sabtu, 29 Juli 2023, Bertempat di depan kantor Kampung Klayili, Jalan Magulung RT. III, RW.I, Distrik Klayili, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, masyarakat adat Klayili melakukan aksi penolakan terhadap PT. Hutan Hijau Papua Barat yang merencanakan melakukan operasi pembalakan kayu.
“Kami Masyarakat Adat di Distrik Klayili, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, menolak kehadiran perusahaan PT. Hutan Hijau Papua Barat di atas tanah dan hutan kami. Mengingat karena hutan tersisa yang ada digunakan sebagai tempat berlindungnya satwa dan juga kepentingan anak cucu kami yang akan datang dan pembangunan kampung”, kata pemilik tanah dan hutan adat yang masuk dalam Konsesi PT. Hutan Hijau Papua Barat, Agus Kalalu.
Hutan yang sekarang menjadi incaran perusahaan PT. Hutan Hijau Papua Barat merupakan eks HPH konsesi PT. Intimpura Timber Co, yang diberikan oleh pemerintah melalui Surat Keputusun (SK) Nomor: 069/KPTS-II/1989 pada 6 Februari 1989 kepada perusahaan HPH PT. Intimpura Timber Co, dengan luas areal 333.000 HA.
Tokoh masyarakat adat di Klayili mempunyai pandangan dan sikap seragam terhadap perusahaan kayu dan sawit. Masyarakat Adat Moi di Klayili sudah mengalami dan melihat kehadiran dan operasi perusahaan membabat hutan dan mengelola hasil kayu dari hutan adat di Tanah Moi, bukan hal yang baru. Mereka sudah mendapat pelajaran berharga dari dampak operasi pengusahaan hasil hutan kayu yang ditimbulkan perusahaan.
Pada saat PT. Intimpura Timber Co beroperasi, hutan yang dulunya baik, menjadi rusak, sungai-sungai yang dulu jernih menjadi keruh dan kabur, tempat bermain burung cendrawasih (Kelnain) di gusur, tempat keramat (Kofok) di gusur, kompensasi kayu tidak di bayar secara layak.
“Tahun 90 an, saya masih di bangku SD Inpres No. 20 Kampung Klayili, saya bersama bapak, mama, kakak, dan adik saya dua perempuan, kami tinggal di kampung. Ketika kami mau kembali ke dusun untuk tokok sagu dan mencari makan. Saat mendekati rumah dusun, saya melihat banyak pohon besar yang tumbang, kami jadi heran. Ketika kami berjalan maju sekitar 10 meter, pas ketemu jalan logging dan bekas kendaraan perusahaan. Kami bertanya kenapa waktu perusahaan masuk di tanah dan hutan adat kami, tanpa memberitahukan kami Tuan Dusun”, ungkap Agus Kalalu.
Perusahaan sudah menebang kayu ada tiga petak di wilayah adat Marga Kalalu. Pada saat pembayaran kompensasi kami hanya mendapatkan uang 10 juta rupiah. Nilainya tidak sebanding dengan kerugian kami.
Kami masyarakat adat dari Klayili dengan tegas menolak PT. Hutan Hijau Papua Barat di Tanah dan Hutan Adat kami. Kami masyarakat Adat Klayili takut jangan sampai perusahaan PT. Hutan Hijau Papua Barat berakhir, tanah dan hutan adat kami beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Kalau sampai PT. Hutan Hijau Papua Barat beroperasi di tanah dan hutan adat kami, itu sama saja dengan perusahaan dan negara mau membunuh kami masyarakat adat Moi. Sudah tidak ada tempat untuk kami hidup lagi. Kami masyarakat adat moi sudah kasih Migas dan Sawit, apalagi yang Negara mau dari kami masyarakata adat Moi.
AK, 01 Agust 23