Saksi dari Perusahaan Menyebutkan Suku Awyu Tidak Boleh Menjual Tanah Adat

Siaran Pers Tim Advokasi Selamatkan Hutan Adat Papua

Jakarta, 19 Juli 2023. Perjalanan Pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu di PTUN Jakarta kini telah sampai dalam sesi pembuktian lanjutan dengan agenda mendengarkan saksi fakta dan saksi ahli dari pihak Penggugat (PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama) dan Penggugat Intervensi ( Koperasi Yefioho Dohona Ahawang). Setelah mereka diterima Hakim sebagai tergugat intervensi dalam gugatan korporasi PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Dalam Adat Suku Awyu tidak boleh menjual tanah,” ungkap Bernadus Tagio Yame, saksi fakta yang dihadirkan oleh Penggugat Intervensi. Lebih lanjut dalam keterangannya Bernadus juga menyampaikan bahwa selama ini perusahaan hanya membayar kompensasi kayu atas pohon yang telah mereka tebang. Sementara dirinya tidak tahu berapa luasan sawit yang sudah ditanamnya dan hingga sekarang masyarakat belum mendapatkan bagi hasil atas plasma yang dijanjikan oleh Perusahaan lewat Koperasi Produsen Yefioho Dohona Ahawang.

Selain itu, Pihak Penggugat juga menghadirkan saksi ahli yakni Achmad Faisal Siregar, selaku ahli High Carbon Value (HCV). Saksi Ahli tersebut menyebutkan bahwa penilaian HCV harus dilaksanakan di seluruh cakupan wilayah konsesi Perusahaan kecuali wilayah tersebut tidak bisa diakses. Sehingga tidak diperbolehkan hanya dilakukan di sepan-sepadan sungai saja. Selanjutnya hasil dari penilaian HCV ini seharusnya digunakan perusahaan untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai karbon tinggi di wilayah konsesinya bukan malah menghancurkan area tersebut.

Sebanyak 8.828 hektare lahan hutan milik masyarakat adat telah dibuka oleh PT MJR dan PT KCP tersebut, tapi ada 65.415 hektare hutan hujan yang masih bisa diselamatkan. Greenpeace International menggunakan metodologi shining light on the shadows untuk menelusuri PT MJR dan PT KCP. Ini adalah sebuah metodologi untuk mengungkap struktur dan hubungan korporasi dengan grup-grup perusahaan. Lewat metodologi itu, ditemukan cukup bukti bahwa PT MJR dan PT KCP, yang konsesinya berdampingan, diduga pernah terkait dan mungkin masih terkait ke Hayel Saeed Anam Group dan para penerima manfaatnya–anggota keluarga Hayel Saeed. 1

“Jika dalam hukum adat masyarakat tidak boleh menjual tanah, lantas bagaimana perusahaan bisa mendapatkan tanah tersebut? Seharusnya ada proses persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan untuk melindungi Hak masyarakat adat, pertanyaannya apakah ini sudah dilakukan? ” terang Tigor Hutapea, kuasa hukum Suku Awyu.

Kontak Media:

Sekar Banjaran Aji, Greenpeace Indonesia, +62 812-8776-9880

Tigor Hutapea, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, +62 812-8729-6684

Hero Aprilia, PPMAN, +62 852-6336-5091

You may also like

Leave a Comment

* By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy