Solidaritas Mahasiswa, Pemuda dan Pelajar Mendukung Perjuangan Masyarakat Adat Awyu  

Gerakan mahasiswa identik dan berperan penting dalam mengoreksi disorientasi sosial politik. Gerakan mahasiswa merupakan bagian dari gerakan sosial dan merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan perubahan sosial (Sukma, dkk, 2022).

Di Papua, gerakan dan aksi mahasiswa dan pelajar untuk membela hak masyarakat adat dan lingkungan hidup semakin meluas dan melibatkan perempuan adat, pemuda dan masyarakat terdampak. Di Selatan Papua, mahasiswa dari berbagai elemen organisasi, seperti badan eksekutif mahasiswa, ikatan mahasiswa dan pelajar, mengorganisir diri dalam gerakan yang disebut Ampera, kependekan dari Aliansi Mahasiswa, Pemuda Dan Rakyat Peduli Tanah Adat Papua Selatan.

Kebijakan pembangunan ekonomi, kasus-kasus ketidakadilan sosial dan pelanggaran HAM, perampasan tanah dan eksploitasi sumber daya alam, yang dialami masyarakat adat Papua dan kerusakan lingkungan, menjadi perhatian dan isu penting dalam gerakan mahasiswa dan pemuda Papua, seperti investasi perusahaan tambang PT Freeport, kebijakan proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) dan Food Estate, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, pertambangan Blok Wabu dan LNG Tangguh di Bintuni, Bendungan Kali-Muyu, dan pertambangan illegal yang marak terjadi di Papua.

Pada Kamis, 13 Juli 2023, Ampera Papua Selatan, melakukan aksi solidaritas mendukung perjuangan masyarakat adat Suku Awyu yang melakukan Gugatan Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, dikarenakan putusan pejabat menerbitkan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu  (DPMPTSP) Provinsi Papua Nomor 82 Tahun 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan kapasitas 90 Ton TBS/Jam seluas 36.096,4 hektar oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua selatan, pada tanggal 2 November 2021.

Keputusan ini mengeksklusi hak dan akses masyarakat adat atas tanah dan hutan adat, mengancam kerusakan dan hilangnya hutan dan lahan basah dalam skala luas, berpotensi menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca.

Dalam kebanyakan kasus, pemerintah terkesan tidak memahami etika lingkungan, hak moral ekologis, mengabaikan hak masyarakat berpartisipasi menentukan pembangunan dan mengabaikan hak mendapatkan informasi, mengabaikan keberadaan dan hak-hak konstitusional  masyarakat adat yang dijamin dalam UUD 1945 pasal 18b ayat (2) bahwa negara mengakui kesatuan hak-hak masyarakat hukum adat itu sendiri.

Mama Elisabeth Ndiwaen mewakili tokoh perempuan Marind yang turut hadir dalan konferensi pers (13/7/2023) mengatakan, “Setiap perusahaan yang ada di Papua menimbulkan banyak sekali masalah, kehilangan tempat tinggal, tempat cari makan, tempat cari obat-obat, tempat-tempat keramat yang digusur, rawa-rawa sagu yang digusur, sehingga membuat hidup kami menderita, sengsara, diatas tanah kami sendiri yang diwariskan oleh leluhur kami. Karena itu kami mendukung penuh suku Awyu yang sedang berjuang mempertahankan tanah adatnya di PTUN Jayapura”, Kata Mama Elisabeth.

Norbertus Abagaimu, Kordinator aksi AMPERA, menyoroti kebijakan pemerintah dan proyek pembangunan yang mengabaikan hak-hak masyarakat adat.

Menurut Noberthus, “Hutan yang masyarakat adat pertahankan penting untuk keberlangsungan hidup kita. Mereka melindungi hutan dari ancaman deforestasi yang disebabkan oleh proyek-proyek ekstraktif negara dan pelaku ekonomi lainnya”, jelas Nobertus dalam Siaran Pers (13/07/2023).

Titin Betaubun, Presiden Mahasiwa Universitas Musamus, yang tergabung dalam Ampera Papua Selatan,mengatakan bahwa “Kami mendukung perjuangan Frengky Woro dan Masyarakat Adat Suku Awyu. Mereka menyelamatkan tanah dan hutan demi keberlangsungan hidup masyarakat dan generasi yang akan datang”, jelas Betaubun dalam Siaran Pers.

Mahasiswa dan Pelajar dari Wilayah Animha Kota Studi Yogyakarta menyampaikan dalam siaran pers (15/7/2023) bahwa peran dan tindakan masyarakat adat untuk membela hak lingkungan hidup sejalan dengan Perda Nomor 6 Tahun 2008, tentang Lingkungan Hidup, Pasal 7 ayat 1,  bahwa setiap orang berperan serta dalam menjaga, mengelola, memanfaatkan lingkungan berdasarkan prinsip pelestarian lingkungan hidup. Ayat 2, Setiap orang dapat berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan atas kebijakan pelestarian lingkungan hidup.

Wilhelmus Kerok, Koordinator Pelajar Mahasiswa Wilayah Adat Animha Kota Studi Yogyakarta mengatakan, “Tindakan Frengky Woro dan masyarakat adat Awyu sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada”, kata Wilhelmus Kerok, turut mendukung perjuangan Masyarakat adat Awyu.

Aliansi Mahasiswa, Pemuda Dan Rakyat Peduli Tanah Adat Papua Selatan dan Pelajar Mahasiswa Wilayah Adat Animha Kota Studi Yogyakarta, sepakat mendukung masyarakat adat Awyu menolak perusahaan PT Indo Asiana Lestari dan gugatan hukum terhadap pemerintah dan perusahaan melalui PTUN Jayapura.

“Kami mendesak PTUN Jayapura untuk segera cabut ijin usaha PT. Indo Asiana Lestari di Kabupaten Boven Digoel Distrik Mandobo dan Distrik Fofi”, desak Titin Betaubun.

Organisasi mahasiswa, pelajar dan pemuda, mendesak hakim untuk melihat secara jeli alat-alat bukti yang di hadirkan oleh masyarakat adat Awyu sebagai bukti valid dari masyarakat adat,  meminta dan melarang keras Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Selatan mengeluarkan ijin-ijin secara sepihak diatas seluruh tanah adat masyarakat Papua.

Pernyataan dan suara perempuan atas gugatan masyarakat adat Awyu dapat di akses pada kanal Instagram ini: https://www.instagram.com/reel/CuqcASCgzcn/?igshid=M2MyMzgzODVlNw%3D%3D

Selengkapnya baca disini Siaran Pers AMPERA, Papua, Juli 2013

Ank, Jul 2023

You may also like

Leave a Comment

* By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy